Selasa, 08 Mei 2012
Oleh: Bernard J. Carr dan Steven B. Giddings
(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 20-27)
"Fisikawan dapat segera menciptakan black hole di laboratorium".
Sejak fisikawan menemukan akselerator partikel, hampir 80 tahun silam, mereka telah menggunakannya untuk tugas-tugas sedemikian eksotis seperti memecah atom, mengubah unsur, menghasilkan antimateri, dan menciptakan partikel-partikel yang sebelumnya tidak teramati di alam. Dengan keberuntungan, mereka dapat segera mengemban sebuah tantangan yang akan membuat pencapaian-pencapaian itu terasa hampir biasa-biasa saja. Akselerator dapat menghasilkan objek paling misterius di alam semesta: black hole.
Saat berpikir tentang black hole, seseorang biasanya membayangkan monster raksasa yang dapat menelan pesawat antariksa, atau bahkan bintang, bulat-bulat. Tapi lubang yang dapat dihasilkan di akselerator berenergi tertinggi—barangkali secepatnya pertengahan tahun 2008, saat Large Hadron Collider (LHC) di CERN dekat Genewa mulai berjalan pada energi penuh—adalah sepupu jauh raksasa astrofisikal tersebut. Mereka akan [berukuran] mikroskopis, sebanding dengan partikel unsur. Mereka tidak akan merobek bintang, tidak akan merajai galaksi, atau menjadi ancaman bagi planet kita, tapi, dalam beberapa hal, sifat mereka semestinya lebih dramatis. Lantaran efek quantum, mereka akan menguap sesaat setelah terbentuk, menerangi detektor partikel layaknya pohon Natal. Dalam pada itu, mereka dapat memberi petunjuk tentang bagaimana ruang-waktu terangkai bersama dan apakah ia mempunyai dimensi lebih tinggi yang tak terlihat.
Pemerasan Ketat
Dalam bentuk modernnya, konsep black hole muncul dari teori relativitas umum Einstein, yang memprediksikan bahwa jika materi cukup termampatkan, gravitasinya akan menjadi begitu kuat sehingga membentuk kawasan ruang yang darinya segala sesuatu tidak dapat melarikan diri. Batas kawasan tersebut adalah horison peristiwa (event horizon)-nya black hole: objek-objek dapat jatuh masuk, tapi tak ada yang bisa keluar. Dalam kasus paling sederhana, di mana ruang tidak mempunyai dimensi tersembunyi atau dimensi yang lebih kecil daripada lubang, ukurannya persis proporsional dengan massanya. Bila Anda memampatkan matahari sampai beradius 3 kilometer, kurang lebih seperempat juta kali dari ukurannya sekarang, ia akan menjadi black hole. Adapun Bumi bila ingin mengalami nasib yang sama, Anda harus memerasnya sampai beradius 9 milimeter, menyusut semiliar kali dari ukurannya sekarang.
Oleh karena itu, semakin kecil lubangnya, semakin tinggi derajat pemampatan yang dibutuhkan untuk menciptakannya. Densitas keterperasan materi proporsional dengan kuadrat terbalik massa. Untuk sebuah lubang bermassa matahari, densitasnya adalah sekitar 1019 kilogram/meter3, lebih tinggi daripada nukleus atom. Densitas sedemikian hampir merupakan yang tertinggi yang dapat dihasilkan melalui kekolapsan gravitasi di alam semesta sekarang. Benda yang lebih ringan dari matahari menolak kolaps lantaran distabilkan oleh gaya tolak quantum di antara partikel-partikel sub-atom. Menurut pengamatan, black hole teringan adalah sekitar 6 massa solar.
Namun, kekolapsan bintang bukanlah satu-satunya cara terbentuknya lubang. Pada awal 1970-an, Stephen Hawking dari Universitas Cambridge dan salah seorang dari kami (Carr) menyelidiki mekanisme untuk menghasilkan lubang di alam semesta awal. Lubang-lubang ini diistilahkan sebagai black hole “primordial”. Begitu alam semesta mengembang, densitas rata-rata materi menurun; karena itu, densitasnya jauh lebih tinggi di masa lampau, pada level nuklir luar biasa di mikrodetik pertama big bang. Hukum-hukum fisika yang kita kenal memperkenankan suatu densitas materi mencapai apa yang disebut harga Planck, 1097 kilogram/meter3—densitas di mana kekuatan gravitasi menjadi begitu kuat sehingga fluktuasi mekanika quantum dapat menghancurkan struktur ruang-waktu. Densitas setinggi itu cukup untuk menciptakan black hole beradius 10-35 meter (ukuran yang dikenal sebagai panjang Planck) dengan massa 10-8 kilogram (massa Planck).
Ini adalah black hole teringan menurut gambaran gravitasi konvensional. Ini jauh lebih masif, tapi lebih kecil dalam hal ukuran, dibanding partikel unsur. Black hole primordial yang semakin lama semakin berat boleh jadi terbentuk selagi densitas kosmos jatuh. Black hole yang kurang dari 1012 kilogram masih lebih kecil dibanding proton, tapi melampaui massa ini lubang akan sebesar objek-objek fisik yang lebih familiar.
Pembentukan sewaktu densitas kosmos cocok dengan densitas nuklir akan menghasilkan massa yang sebanding dengan massa matahari dan akan makroskopis.
Densitas tinggi alam semesta awal merupakan prasyarat untuk pembentukan black hole primordial, tapi tidak menjamin. Agar sebuah kawasan berhenti mengembang dan kolaps menjadi black hole, ia harus lebih padat dari rata-rata, sehingga fluktuasi densitas juga diperlukan. Para astronom tahu bahwa fluktuasi semacam itu eksis, setidaknya pada skala besar, kalau tidak, struktur-struktur seperti galaksi dan kluster galaksi tidak akan pernah bergabung. Agar black hole primordial terbentuk, fluktuasi pada skala lebih kecil harus lebih kuat daripada di skala yang besar, yang mungkin tak terelakkan. Sekalipun tanpa fluktuasi, lubang-lubang dapat terbentuk secara spontan pada berbagai transisi fase kosmologis—contohnya, ketika alam semesta mengakhiri periode awal laju perluasannya, yang dikenal sebagai inflasi, atau pada masa densitas nuklir, ketika partikel-partikel seperti proton berkondensasi dari sup konstituen quarknya. Tentu saja, para kosmolog dapat menempatkan batasan penting pada model alam semesta awal dari fakta bahwa materi yang berakhir di black hole primordial tidak terlalu banyak.
Pergi lalu Menghilang
Kesadaran bahwa lubang-lubang ini boleh jadi berukuran kecil telah mendorong Hawking untuk mempertimbangkan efek quantum apa yang mungkin muncul, dan di tahun 1974 dia sampai pada kesimpulan terkenalnya bahwa black hole tidak hanya menelan partikel-partikel tapi juga meludahkannya. Hawking memprediksikan bahwa lubang beradiasi secara termal seperti batu bara panas, dengan temperatur yang proporsional terbalik terhadap massanya. Untuk lubang seberat satu massa solar, temperaturnya adalah sekitar sepersejuta kelvin, yang sama sekali sepele di alam semesta hari ini. Tapi untuk black hole seberat 1012 kilogram, hampir setara dengan massa sebuah gunung, temperaturnya 1012 kelvin—cukup panas untuk mengeluarkan partikel tak bermasa seperti photon, maupun partikel bermassa seperti elektron dan positron.
Karena emisi tersebut membawa lari energi, massa lubang cenderung menurun. Akibatnya black hole sangat tidak stabil. Saat menyusut, ia terus memanas, mengeluarkan partikel-partikel yang semakin energetik dan menyusut semakin cepat. Ketika lubang mengerut hingga bermassa sekitar 106 kilogram, permainan habis: dalam satu detik, ia meledak dengan energi bom nuklir sejuta megaton. Total waktu bagi black hole untuk menguap adalah proporsional dengan pangkat tiga dari massa awalnya. Untuk lubang seberat satu massa solar, usia hidupnya adalah sepanjang 1064 tahun, tidak bisa diamati. Untuk lubang seberat 1012 kilogram, usia hidupnya adalah 1010 tahun—hampir seusia dengan umur alam semesta. Karenanya, black hole primordial dengan massa ini pasti sedang menyelesaikan penguapan dan meledak saat ini. Black hole primordial yang lebih kecil pasti telah menguap selama masa kosmologis awal.
Penelitian Hawking merupakan kemajuan konseptual yang sangat besar karena menghubungkan tiga bidang fisika yang sebelumnya terpisah: relativitas umum, teori quantum, dan termodinamika. Ini juga merupakan langkah menuju teori gravitasi quantum final. Sekalipun black hole primordial tak pernah betul-betul terbentuk, pemikiran mengenai mereka telah membawa pada pengetahuan fisika yang luar biasa. Karenanya ini bisa berguna untuk mempelajari sesuatu sekalipun ia tidak eksis.
Penemuan ini terutama menguak paradoks mendalam yang mengarah pada jantung persoalan mengapa relativitas umum dan mekanika quantum begitu sulit direkonsiliasikan. Menurut teori relativitas, informasi tentang sesuatu yang jatuh ke dalam sebuah black hole hilang selama-lamanya. Jika lubang tersebut menguap, apa yang terjadi pada informasi yang terkandung di dalamnya? Hawking menyatakan bahwa black hole menguap sepenuhnya, menghancurkan informasi dan melanggar prinsip dasar mekanika quantum. Tapi penghancuran informasi semacam itu juga bertentangan dengan hukum kekekalan energi, menjadikan kemungkinan ini tak masuk akal.
Alternatif lain, bahwa black hole yang menguap meninggalkan sisa-sisa, sama tidak menyenangkannya. Agar sisa-sisa ini dapat meng-encode semua informasi yang bisa hilang ke dalam black hole, mereka harus timbul dalam beragam tipe tak terbatas. Hukum fisika memprediksikan bahwa laju produksi sebuah partikel adalah proporsional dengan jumlah tipe partikel tersebut. Karena itu, sisa-sisa black hole pasti dihasilkan pada laju tak terbatas; proses fisikal sehari-hari pun, seperti menyalakan oven microwave, akan menghasilkannya. Alam akan tidak stabil dan menimbulkan malapetaka. Kemungkinan ketiga (dan terbesar) adalah bahwa informasi keluar melalui gangguan lokalitas—bahwa peristiwa-peristiwa di titik-titik terpisah dapat mempengaruhi satu sama lain setelah cahaya sempat melintas di antara mereka—yang lebih intens daripada nonlokalitas quantum biasa. Teka-teki ini menantang para teoris sampai hari ini.
Mencari Lubang
Kemajuan dalam fisika biasanya memerlukan suatu petunjuk dari eksperimen, sehingga pertanyaan yang timbul dari black hole mikroskopis memotivasi pencarian empiris. Astronom mungkin sanggup mendeteksi black hole primordial bermassa awal 1012kilogram yang meledak di alam semesta hari ini. Kira-kira sepersepuluh dari massa black hole ini menjadi sinar gamma. Pada 1976, Hawking dan Don Page, kala itu di California Institute of Technology, menyadari bahwa observasi latar sinar gamma menempatkan batas atas ketat pada jumlah lubang semacam itu. Lubang-lubang itu tidak bisa, contohnya, mencapai jumlah signifikan dark matter alam semesta, dan ledakan mereka jarang berada cukup dekat untuk bisa dideteksi. Namun pada pertengahan 1990-an, David Cline dari Universitas California, Los Angeles, beserta koleganya menyatakan bahwa ledakan sinar gamma tersingkat mungkin merupakan black hole primordial yang meledak. Walaupun ledakan panjang dianggap terkait dengan bintang-bintang yang meledak atau bergabung, peristiwa-peristiwa singkat mungkin memiliki penjelasan lain. Observasi mendatang pasti menjawab isu ini, tapi kemungkinan bahwa observasi astronomi bisa menyelidiki tahap akhir penguapan black hole sungguh menggiurkan.
Produksi black hole oleh akselerator partikel merupakan kemungkinan yang lebih mengasyikkan. Mengenai produksi berdensitas tinggi, tak ada alat yang mengalahkan akselerator seperti LHC dan Tevatron di Fermi National Accelerator Laboratory di Batavia, Ill. Mesin-mesin ini mengakselerasi partikel-partikel subatom, seperti proton, hingga mendekati kecepatan cahaya. Dengan begitu partikel-partikel itu memiliki energi kinetik besar. Di LHC, proton akan mencapai energi kira-kira 7 tera-elektron volt (TeV). Sesuai dengan persamaan terkenal E = mc2 Einstein, energi ini ekuivalen dengan massa 10-23 kilogram, atau 7.000 kali massa proton tersebut. Ketika dua partikel semacam itu bertubrukan pada jarak dekat, energi mereka terkonsentrasi ke kawasan ruang kecil. Seseorang mungkin menerka, sekali-sekali partikel-partikel yang bertubrukan itu akan cukup dekat untuk membentuk black hole.
Namun argumen ini memiliki masalah: massa 10-23 kilogram jauh berbeda dari harga Planck 10-8 kilogram, yang menurut teori gravitasi konvensional merupakan lubang paling ringan. Batas bawah ini timbul dari prinsip ketidakpastian mekanika quantum. Karena partikel-partikel juga berperilaku seperti gelombang, mereka tersebar pada jarak yang berkurang seiring meningkatnya energi—pada energi LHC adalah sekitar 10-19 meter. Jadi ini adalah kawasan terkecil yang ke dalamnya energi sebuah partikel dapat dimasukkan. [Kawasan ini] memungkinkan tercapainya densitas 1034 kilogram per meter kubik, yang tinggi tapi tidak cukup tinggi untuk menciptakan lubang. Agar partikel bisa cukup energetik dan cukup kompak untuk membentuk black hole, ia harus memiliki energi Planck, faktor 1015melampaui energi LHC. Menariknya, akselerator akan sanggup menciptakan objek-objek yang secara matematis terkait dengan black hole. Relativistic Heavy Ion Collider di Brookhaven National Laboratory di Upton, N.Y., barangkali telah melakukannya, tapi black hole sendiri kelihatannya jauh dari jangkauan.
Menyentuh Dimensi Lain
Selama dekade terakhir, fisikawan telah menyadari bahwa estimasi standar densitas Planck mungkin terlalu tinggi. Teori string, salah satu pesaing utama teori gravitasi quantum, memprediksikan bahwa ruang memiliki dimensi-dimensi selain tiga dimensi yang sudah umum. Gravitasi, tak seperti gaya lainnya, semestinya berpropagasi ke dimensi-dimensi ini dan, akibatnya, tumbuh semakin kuat pada jarak pendek. Di tiga dimensi, gaya gravitasi berlipat empat saat Anda mengurangi jarak antara dua objek sebanyak separuhnya. Tapi di sembilan dimensi, gravitasi akan 256 kali lebih kuat. Efek ini bisa sungguh penting jika dimensi-dimensi ruang tambahan tersebut cukup besar, dan ini telah diselidiki secara luas dalam beberapa tahun belakangan. Ada juga konfigurasi dimensi tambahan lainnya, dikenal sebagai warped compactification, yang mempunyai efek pembesaran gravitasi yang sama dan bahkan lebih mungkin terjadi bila teori string sungguh benar; ini telah dipelajari secara ekstensif dalam tahun-tahun terakhir.
Meningkatnya pertumbuhan kekuatan gravitasi ini mengandung arti bahwa skala energi sejati di mana hukum gravitasi dan mekanika quantum bertentangan—dan black hole bisa dibuat—boleh jadi jauh lebih rendah dari ekpektasi tradisional. Walaupun tidak ada bukti eksperimen yang mendukung kemungkinan ini, ide tersebut memberi keterangan baru mengenai beragam teka-teki teoritis. Dan jika itu benar, densitas yang diperlukan untuk menciptakan black hole bisa terjangkau oleh LHC.
Studi teoritis tentang produksi black hole dalam tubrukan high-energy berawal dari penelitian Roger Penrose dari Universitas Oxford di pertengahan 1970-an serta Peter D’Eath dan Philip Norbert Payne, keduanya kala itu di Cambridge, di awal 1990-an. Kemungkinan temuan baru dimensi tambahan yang besar menghembuskan nyawa baru ke dalam investigasi ini dan memotivasi Tom Banks dari Universitas California, Santa Cruz, dan Universitas Rutgers serta Willy Fischler dari Universitas Texas di Austin untuk menulis paper tahun 1999 dengan bahasan pendahuluan mengenai produksi black hole.
Di sebuah workshop tahun 2001, dua kelompok—salah satu dari kami (Giddings), bersama Scott Thomson, kala itu di Universitas Stanford, dan Savas Dimopoulos dari Stanford bersama Greg Landsberg dari Universitas Brown—secara terpisah menggambarkan efek-efek yang bisa diamati, dan potensi penemuan, dari produksi black hole di particle collider seperti LHC. Setelah sedikit kalkulasi, kami keheranan. Estimasi kasar mengindikasikan bahwa di bawah skenario paling optimis, setara dengan harga masuk akal terendah untuk panjang Planck, black hole bisa diproduksi dengan laju satu [black hole] per detik. Fisikawan menyebut akselerator yang memproduksi partikel pada laju ini sebagai “pabrik”, sehingga LHC akan menjadi pabrik black hole.
Penguapan lubang-lubang ini akan meninggalkan jejak yang amat istimewa pada detektor. Tubrukan khas menghasilkan partikel high-energy dalam jumlah sedang, tapi black hole yang membusuk berbeda. Menurut penelitian Hawking, ia meradiasikan sejumlah besar partikel ke semua arah dengan energi sangat tinggi. Produk pembusukan itu meliputi semua partikel yang dijumpai di alam. Sejak saat itu, beberapa kelompok riset telah melakukan investigasi yang semakin detail mengenai tanda-tanda luar biasa yang akan dihasilkan black hole dalam detektor di LHC.
Black hole dengan beragam ukuran dapat menyelidiki dimensi tambahan yang tidak dapat diakses oleh kita. Karena gravitasi, tak seperti gaya-gaya lainnya, membentang sampai ke dimensi-dimensi tersebut, demikian pula halnya dengan black hole. Fisikawan dapat mengubah-ubah ukurannya dengan menyetel akselerator partikel ke energi berbeda-beda. Jika sebuah lubang menginterseksi sebuah alam semesta paralel, ia akan membusuk lebih cepat dan terlihat melepaskan lebih sedikit energi (karena beberapa energinya diserap oleh alam semesta lain tersebut).
Apakah Akan Hujan Black Hole?
Prospek produksi black hole di Bumi mungkin menurut beberapa orang merupakan ketololan. Bagaimana kita tahu bahwa black holeakan membusuk secara aman, sebagaimana prediksi Hawking, dan tidak terus-menerus tumbuh, dan akhirnya memakan seluruh planet ini? Sekilas, ini seperti urusan yang serius, terutama berdasarkan kemungkinan bahwa beberapa detail argumen awal Hawking bisa keliru—khususnya klaim bahwa informasi hancur dalam black hole.
Tapi pemikiran umum quantum mengimplikasikan bahwa black holemikroskopis tidak mungkin stabil dan oleh karenanya aman. Konsentrasi energi massa, seperti partikel-partikel unsur, hanya stabil jika hukum kekekalan melarang pembusukan mereka; contohnya mencakup kekekalan muatan listrik dan kekekalan jumlah baryon (yang, kalau tidak dilanggar, menjamin stabilitas proton). Tidak ada hukum kekekalan demikian untuk menstabilkan sebuah black hole kecil. Dalam teori quantum, sesuatu yang tidak diungkapkan terlarang maka artinya wajib, sehingga black hole kecil akan cepat membusuk, sesuai dengan hukum termodinamika kedua.
Sesungguhnya, tubrukan high-energy seperti yang ada di LHC telah terjadi—contohnya, di alam semesta awal dan bahkan sekarang, ketika sinar energi kosmik cukup tinggi menghantam atmosfer kita. Maka jika tubrukan pada ukuran energi LHC bisa menghasilkan black hole, alam telah dan sedang memproduksinya persis di atas kepala kita tanpa menimbulkan bahaya. Estimasi awal oleh Gidding dan Thomas mengindikasikan bahwa sinar kosmik berenergi tertinggi—proton atau nukleus atom berat dengan energi hingga 109 TeV—bisa menghasilkan 100 black hole di atmosfer setahun.
Di samping itu, mereka—bersama dengan David Dorfan dari U.C. Santa Cruz dan Tom Rizzo dari Stanford Linear Accelerator Center dan, secara terpisah, Jonathan L. Feng dari Universitas California, Irvine, dan Alfred D. Shapere dari Universitas Kentucky—telah menemukan bahwa tubrukan neutrino-neutrino kosmik mungkin bahkan lebih produktif lagi. Jika demikian, observatorium sinar kosmik Auger baru di Argentina, yang kini sedang mengambil data, dan observatorium Fly’s Eye di Utah yang telah diupgrade mungkin mampu melihat beberapa lubang dalam setahun. Namun, observasi ini tidak meniadakan kebutuhan akan eksperimen akselerator, yang bisa menghasilkan lubang secara lebih handal, dalam jumlah lebih besar, dan di bawah kondisi yang lebih terkendali.
Produksi black hole akan membuka tapal batas fisika yang sama sekali baru. Kehadiran mereka akan menjadi bukti memaksa tentang dimensi ruang yang sebelumnya tersembunyi, dan dengan mengobservasi atribut mereka, fisikawan dapat mulai mengeksplorasi fitur geografis dimensi-dimensi tersebut. Contoh, saat akselerator memproduksi black hole dengan massa yang terus meningkat, lubang-lubang itu akan menusuk lebih dalam ke dimensi-dimensi tambahan dan ukurannya bisa diperbandingkan dengan salah satu dari mereka, menghasilkan perubahan istimewa dalam hal ketergantungan temperatur sebuah black hole terhadap massa. Demikian pula, jika black hole tumbuh cukup besar hingga menginterseksi alam semesta paralel 3-dimensi di dimensi-dimensi tambahan tersebut, atribut pembusukannya akan mendadak berubah.
Produksi black hole dalam akselerator juga melambangkan akhir salah satu pencarian bersejarah manusia: memahami materi pada skala lebih halus. Selama seabad terakhir, fisikawan telah menekan tapal batas [objek] kecil—dari bintik debu sampai atom sampai proton dan neutron dan sampai quark. Jika mereka bisa menciptakan black hole, mereka akan menjangkau skala Planck, yang diyakini merupakan panjang terpendek, jarak pembatas yang di bawahnya gagasan ruang dan panjang mungkin berhenti eksis. Setiap upaya untuk menyelidiki kemungkinan eksistensi jarak yang lebih pendek, dengan melakukan tubrukan energi yang lebih tinggi, tak terelakkan lagi akan berujung pada produksi black hole. Tubrukan energi lebih tinggi, dibanding memecah materi menjadi kepingan-kepingan yang lebih halus, akan cukup memproduksi black hole yang lebih besar. Dengan cara ini, penampakan black hole akan menandai tertutupnya tapal batas sains. Di tempatnya, akan ada tapal batas baru, yakni eksplorasi geografi dimensi ruang tambahan.
Penulis
Bernard J. Carr dan Steven B. Giddings pertama kali bertemu secara pribadi di sebuah konferensi perayaan ulang tahun Stephen Hawking yang ke-60 pada tahun 2002. Carr menemukan antusiasmenya terhadap astrofisika dalam film dokumenter terkenal BBC tahun 1960 buatan Nigel Calder yang berjudul The Violent Universe. Dia menjadi mahasiswa sarjananya Hawking pada 1970-an, dan merupakan salah seorang ilmuwan pertama yang menginvestigasi black hole kecil, dan hari ini menjabat profesor di Queen Mary, Universitas London. Giddings tertular hama fisika saat ayahnya pertama kali menceritakan kepadanya tentang sifat aneh mekanika quantum. Dia melanjutkan untuk menjadi pakar gravitasi quantum dan kosmologi, dan merupakan salah satu ilmuwan pertama yang mempelajari kemungkinan menciptakan black hole dalam akselerator partikel, dan kini menjabat profesor di Universitas California, Santa Barbara. Ketika tidak sedang berteori tentang gravitasi, dia berjuang melawannya dengan panjat tebing.
Untuk Digali Lebih Jauh
sumber
(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 20-27)
"Fisikawan dapat segera menciptakan black hole di laboratorium".
Sejak fisikawan menemukan akselerator partikel, hampir 80 tahun silam, mereka telah menggunakannya untuk tugas-tugas sedemikian eksotis seperti memecah atom, mengubah unsur, menghasilkan antimateri, dan menciptakan partikel-partikel yang sebelumnya tidak teramati di alam. Dengan keberuntungan, mereka dapat segera mengemban sebuah tantangan yang akan membuat pencapaian-pencapaian itu terasa hampir biasa-biasa saja. Akselerator dapat menghasilkan objek paling misterius di alam semesta: black hole.
Saat berpikir tentang black hole, seseorang biasanya membayangkan monster raksasa yang dapat menelan pesawat antariksa, atau bahkan bintang, bulat-bulat. Tapi lubang yang dapat dihasilkan di akselerator berenergi tertinggi—barangkali secepatnya pertengahan tahun 2008, saat Large Hadron Collider (LHC) di CERN dekat Genewa mulai berjalan pada energi penuh—adalah sepupu jauh raksasa astrofisikal tersebut. Mereka akan [berukuran] mikroskopis, sebanding dengan partikel unsur. Mereka tidak akan merobek bintang, tidak akan merajai galaksi, atau menjadi ancaman bagi planet kita, tapi, dalam beberapa hal, sifat mereka semestinya lebih dramatis. Lantaran efek quantum, mereka akan menguap sesaat setelah terbentuk, menerangi detektor partikel layaknya pohon Natal. Dalam pada itu, mereka dapat memberi petunjuk tentang bagaimana ruang-waktu terangkai bersama dan apakah ia mempunyai dimensi lebih tinggi yang tak terlihat.
Pemerasan Ketat
Dalam bentuk modernnya, konsep black hole muncul dari teori relativitas umum Einstein, yang memprediksikan bahwa jika materi cukup termampatkan, gravitasinya akan menjadi begitu kuat sehingga membentuk kawasan ruang yang darinya segala sesuatu tidak dapat melarikan diri. Batas kawasan tersebut adalah horison peristiwa (event horizon)-nya black hole: objek-objek dapat jatuh masuk, tapi tak ada yang bisa keluar. Dalam kasus paling sederhana, di mana ruang tidak mempunyai dimensi tersembunyi atau dimensi yang lebih kecil daripada lubang, ukurannya persis proporsional dengan massanya. Bila Anda memampatkan matahari sampai beradius 3 kilometer, kurang lebih seperempat juta kali dari ukurannya sekarang, ia akan menjadi black hole. Adapun Bumi bila ingin mengalami nasib yang sama, Anda harus memerasnya sampai beradius 9 milimeter, menyusut semiliar kali dari ukurannya sekarang.
Kisah Dua Black Hole
Overview: Pabrik Black Hole
- Black hole tidak pasti merupakan monster raksasa rakus. Teori mengindikasikan bahwa mereka bisa memiliki beraneka ragam ukuran, beberapa bahkan lebih kecil daripada partikel subatom. Lubang kecil dibobrokkan oleh efek quantum, dan yang paling kecil akan meledak hampir sesaat setelah mereka terbentuk.
- Para teoris belakangan mengajukan bahwa black hole kecil dapat terbentuk dalam tubrukan-tubrukan di alam semesta sekarang, bahkan di Bumi. Mereka berpikir bahwa energi yang diperlukan terlalu tinggi, tapi jika ruang mempunyai dimensi tambahan dengan atribut yang tepat, maka ambang energi untuk produksi black hole jauh lebih rendah. Bila demikian, lubang-lubang dapat diproduksi oleh Large Hadron Collider (LHC) di CERN dan dalam tubrukan sinar kosmik di atmosfer. Fisikawan dapat menggunakan lubang-lubang ini untuk menyelidiki dimensi ruang tambahan.
- Black hole kecil dapat tersisa dari tahap awal big bang, dan astronom mungkin bisa mendeteksi beberapa dari mereka yang meledak hari ini.
Namun, kekolapsan bintang bukanlah satu-satunya cara terbentuknya lubang. Pada awal 1970-an, Stephen Hawking dari Universitas Cambridge dan salah seorang dari kami (Carr) menyelidiki mekanisme untuk menghasilkan lubang di alam semesta awal. Lubang-lubang ini diistilahkan sebagai black hole “primordial”. Begitu alam semesta mengembang, densitas rata-rata materi menurun; karena itu, densitasnya jauh lebih tinggi di masa lampau, pada level nuklir luar biasa di mikrodetik pertama big bang. Hukum-hukum fisika yang kita kenal memperkenankan suatu densitas materi mencapai apa yang disebut harga Planck, 1097 kilogram/meter3—densitas di mana kekuatan gravitasi menjadi begitu kuat sehingga fluktuasi mekanika quantum dapat menghancurkan struktur ruang-waktu. Densitas setinggi itu cukup untuk menciptakan black hole beradius 10-35 meter (ukuran yang dikenal sebagai panjang Planck) dengan massa 10-8 kilogram (massa Planck).
Ini adalah black hole teringan menurut gambaran gravitasi konvensional. Ini jauh lebih masif, tapi lebih kecil dalam hal ukuran, dibanding partikel unsur. Black hole primordial yang semakin lama semakin berat boleh jadi terbentuk selagi densitas kosmos jatuh. Black hole yang kurang dari 1012 kilogram masih lebih kecil dibanding proton, tapi melampaui massa ini lubang akan sebesar objek-objek fisik yang lebih familiar.
Pembentukan sewaktu densitas kosmos cocok dengan densitas nuklir akan menghasilkan massa yang sebanding dengan massa matahari dan akan makroskopis.
Densitas tinggi alam semesta awal merupakan prasyarat untuk pembentukan black hole primordial, tapi tidak menjamin. Agar sebuah kawasan berhenti mengembang dan kolaps menjadi black hole, ia harus lebih padat dari rata-rata, sehingga fluktuasi densitas juga diperlukan. Para astronom tahu bahwa fluktuasi semacam itu eksis, setidaknya pada skala besar, kalau tidak, struktur-struktur seperti galaksi dan kluster galaksi tidak akan pernah bergabung. Agar black hole primordial terbentuk, fluktuasi pada skala lebih kecil harus lebih kuat daripada di skala yang besar, yang mungkin tak terelakkan. Sekalipun tanpa fluktuasi, lubang-lubang dapat terbentuk secara spontan pada berbagai transisi fase kosmologis—contohnya, ketika alam semesta mengakhiri periode awal laju perluasannya, yang dikenal sebagai inflasi, atau pada masa densitas nuklir, ketika partikel-partikel seperti proton berkondensasi dari sup konstituen quarknya. Tentu saja, para kosmolog dapat menempatkan batasan penting pada model alam semesta awal dari fakta bahwa materi yang berakhir di black hole primordial tidak terlalu banyak.
Pergi lalu Menghilang
Kesadaran bahwa lubang-lubang ini boleh jadi berukuran kecil telah mendorong Hawking untuk mempertimbangkan efek quantum apa yang mungkin muncul, dan di tahun 1974 dia sampai pada kesimpulan terkenalnya bahwa black hole tidak hanya menelan partikel-partikel tapi juga meludahkannya. Hawking memprediksikan bahwa lubang beradiasi secara termal seperti batu bara panas, dengan temperatur yang proporsional terbalik terhadap massanya. Untuk lubang seberat satu massa solar, temperaturnya adalah sekitar sepersejuta kelvin, yang sama sekali sepele di alam semesta hari ini. Tapi untuk black hole seberat 1012 kilogram, hampir setara dengan massa sebuah gunung, temperaturnya 1012 kelvin—cukup panas untuk mengeluarkan partikel tak bermasa seperti photon, maupun partikel bermassa seperti elektron dan positron.
Karena emisi tersebut membawa lari energi, massa lubang cenderung menurun. Akibatnya black hole sangat tidak stabil. Saat menyusut, ia terus memanas, mengeluarkan partikel-partikel yang semakin energetik dan menyusut semakin cepat. Ketika lubang mengerut hingga bermassa sekitar 106 kilogram, permainan habis: dalam satu detik, ia meledak dengan energi bom nuklir sejuta megaton. Total waktu bagi black hole untuk menguap adalah proporsional dengan pangkat tiga dari massa awalnya. Untuk lubang seberat satu massa solar, usia hidupnya adalah sepanjang 1064 tahun, tidak bisa diamati. Untuk lubang seberat 1012 kilogram, usia hidupnya adalah 1010 tahun—hampir seusia dengan umur alam semesta. Karenanya, black hole primordial dengan massa ini pasti sedang menyelesaikan penguapan dan meledak saat ini. Black hole primordial yang lebih kecil pasti telah menguap selama masa kosmologis awal.
Cara untuk Membuat Black Hole Mini
Penemuan ini terutama menguak paradoks mendalam yang mengarah pada jantung persoalan mengapa relativitas umum dan mekanika quantum begitu sulit direkonsiliasikan. Menurut teori relativitas, informasi tentang sesuatu yang jatuh ke dalam sebuah black hole hilang selama-lamanya. Jika lubang tersebut menguap, apa yang terjadi pada informasi yang terkandung di dalamnya? Hawking menyatakan bahwa black hole menguap sepenuhnya, menghancurkan informasi dan melanggar prinsip dasar mekanika quantum. Tapi penghancuran informasi semacam itu juga bertentangan dengan hukum kekekalan energi, menjadikan kemungkinan ini tak masuk akal.
Kebangkitan dan Kematian Black Hole Quantum
Mencari Lubang
Kemajuan dalam fisika biasanya memerlukan suatu petunjuk dari eksperimen, sehingga pertanyaan yang timbul dari black hole mikroskopis memotivasi pencarian empiris. Astronom mungkin sanggup mendeteksi black hole primordial bermassa awal 1012kilogram yang meledak di alam semesta hari ini. Kira-kira sepersepuluh dari massa black hole ini menjadi sinar gamma. Pada 1976, Hawking dan Don Page, kala itu di California Institute of Technology, menyadari bahwa observasi latar sinar gamma menempatkan batas atas ketat pada jumlah lubang semacam itu. Lubang-lubang itu tidak bisa, contohnya, mencapai jumlah signifikan dark matter alam semesta, dan ledakan mereka jarang berada cukup dekat untuk bisa dideteksi. Namun pada pertengahan 1990-an, David Cline dari Universitas California, Los Angeles, beserta koleganya menyatakan bahwa ledakan sinar gamma tersingkat mungkin merupakan black hole primordial yang meledak. Walaupun ledakan panjang dianggap terkait dengan bintang-bintang yang meledak atau bergabung, peristiwa-peristiwa singkat mungkin memiliki penjelasan lain. Observasi mendatang pasti menjawab isu ini, tapi kemungkinan bahwa observasi astronomi bisa menyelidiki tahap akhir penguapan black hole sungguh menggiurkan.
Produksi black hole oleh akselerator partikel merupakan kemungkinan yang lebih mengasyikkan. Mengenai produksi berdensitas tinggi, tak ada alat yang mengalahkan akselerator seperti LHC dan Tevatron di Fermi National Accelerator Laboratory di Batavia, Ill. Mesin-mesin ini mengakselerasi partikel-partikel subatom, seperti proton, hingga mendekati kecepatan cahaya. Dengan begitu partikel-partikel itu memiliki energi kinetik besar. Di LHC, proton akan mencapai energi kira-kira 7 tera-elektron volt (TeV). Sesuai dengan persamaan terkenal E = mc2 Einstein, energi ini ekuivalen dengan massa 10-23 kilogram, atau 7.000 kali massa proton tersebut. Ketika dua partikel semacam itu bertubrukan pada jarak dekat, energi mereka terkonsentrasi ke kawasan ruang kecil. Seseorang mungkin menerka, sekali-sekali partikel-partikel yang bertubrukan itu akan cukup dekat untuk membentuk black hole.
Namun argumen ini memiliki masalah: massa 10-23 kilogram jauh berbeda dari harga Planck 10-8 kilogram, yang menurut teori gravitasi konvensional merupakan lubang paling ringan. Batas bawah ini timbul dari prinsip ketidakpastian mekanika quantum. Karena partikel-partikel juga berperilaku seperti gelombang, mereka tersebar pada jarak yang berkurang seiring meningkatnya energi—pada energi LHC adalah sekitar 10-19 meter. Jadi ini adalah kawasan terkecil yang ke dalamnya energi sebuah partikel dapat dimasukkan. [Kawasan ini] memungkinkan tercapainya densitas 1034 kilogram per meter kubik, yang tinggi tapi tidak cukup tinggi untuk menciptakan lubang. Agar partikel bisa cukup energetik dan cukup kompak untuk membentuk black hole, ia harus memiliki energi Planck, faktor 1015melampaui energi LHC. Menariknya, akselerator akan sanggup menciptakan objek-objek yang secara matematis terkait dengan black hole. Relativistic Heavy Ion Collider di Brookhaven National Laboratory di Upton, N.Y., barangkali telah melakukannya, tapi black hole sendiri kelihatannya jauh dari jangkauan.
Membuat Lubang Itu Sulit Dilakukan
Berapa banyak yang Anda butuhkan untuk memeras sepotong materi untuk mengubahnya menjadi sebuah black hole? Semakin ringan sebuah benda, semakin Anda harus memampatkannya sebelum gravitasinya menjadi cukup kuat untuk membuat sebuah lubang. Planet dan manusia lebih jauh dari tepi dibanding bintang (grafik). Sifat gelombang materi menolak pemampatan; partikel tidak dapat diperas menjadi kawasan yang lebih kecil dari panjang gelombang khas mereka (diagram), mengindikasikan bahwa tak ada lubang yang lebih kecil dari 10-8 kilogram. Tapi jika ruang memiliki dimensi tambahan, gravitasi akan secara inheren menjadi lebih kuat pada jarak pendek dan sebuah objek tidak perlu diperas sebanyak itu, memberi harapan kepada para calon pembuat lubang bahwa mereka akan berhasil dalam masa dekat.
Berapa banyak yang Anda butuhkan untuk memeras sepotong materi untuk mengubahnya menjadi sebuah black hole? Semakin ringan sebuah benda, semakin Anda harus memampatkannya sebelum gravitasinya menjadi cukup kuat untuk membuat sebuah lubang. Planet dan manusia lebih jauh dari tepi dibanding bintang (grafik). Sifat gelombang materi menolak pemampatan; partikel tidak dapat diperas menjadi kawasan yang lebih kecil dari panjang gelombang khas mereka (diagram), mengindikasikan bahwa tak ada lubang yang lebih kecil dari 10-8 kilogram. Tapi jika ruang memiliki dimensi tambahan, gravitasi akan secara inheren menjadi lebih kuat pada jarak pendek dan sebuah objek tidak perlu diperas sebanyak itu, memberi harapan kepada para calon pembuat lubang bahwa mereka akan berhasil dalam masa dekat.
Menyentuh Dimensi Lain
Selama dekade terakhir, fisikawan telah menyadari bahwa estimasi standar densitas Planck mungkin terlalu tinggi. Teori string, salah satu pesaing utama teori gravitasi quantum, memprediksikan bahwa ruang memiliki dimensi-dimensi selain tiga dimensi yang sudah umum. Gravitasi, tak seperti gaya lainnya, semestinya berpropagasi ke dimensi-dimensi ini dan, akibatnya, tumbuh semakin kuat pada jarak pendek. Di tiga dimensi, gaya gravitasi berlipat empat saat Anda mengurangi jarak antara dua objek sebanyak separuhnya. Tapi di sembilan dimensi, gravitasi akan 256 kali lebih kuat. Efek ini bisa sungguh penting jika dimensi-dimensi ruang tambahan tersebut cukup besar, dan ini telah diselidiki secara luas dalam beberapa tahun belakangan. Ada juga konfigurasi dimensi tambahan lainnya, dikenal sebagai warped compactification, yang mempunyai efek pembesaran gravitasi yang sama dan bahkan lebih mungkin terjadi bila teori string sungguh benar; ini telah dipelajari secara ekstensif dalam tahun-tahun terakhir.
Meningkatnya pertumbuhan kekuatan gravitasi ini mengandung arti bahwa skala energi sejati di mana hukum gravitasi dan mekanika quantum bertentangan—dan black hole bisa dibuat—boleh jadi jauh lebih rendah dari ekpektasi tradisional. Walaupun tidak ada bukti eksperimen yang mendukung kemungkinan ini, ide tersebut memberi keterangan baru mengenai beragam teka-teki teoritis. Dan jika itu benar, densitas yang diperlukan untuk menciptakan black hole bisa terjangkau oleh LHC.
Studi teoritis tentang produksi black hole dalam tubrukan high-energy berawal dari penelitian Roger Penrose dari Universitas Oxford di pertengahan 1970-an serta Peter D’Eath dan Philip Norbert Payne, keduanya kala itu di Cambridge, di awal 1990-an. Kemungkinan temuan baru dimensi tambahan yang besar menghembuskan nyawa baru ke dalam investigasi ini dan memotivasi Tom Banks dari Universitas California, Santa Cruz, dan Universitas Rutgers serta Willy Fischler dari Universitas Texas di Austin untuk menulis paper tahun 1999 dengan bahasan pendahuluan mengenai produksi black hole.
Di sebuah workshop tahun 2001, dua kelompok—salah satu dari kami (Giddings), bersama Scott Thomson, kala itu di Universitas Stanford, dan Savas Dimopoulos dari Stanford bersama Greg Landsberg dari Universitas Brown—secara terpisah menggambarkan efek-efek yang bisa diamati, dan potensi penemuan, dari produksi black hole di particle collider seperti LHC. Setelah sedikit kalkulasi, kami keheranan. Estimasi kasar mengindikasikan bahwa di bawah skenario paling optimis, setara dengan harga masuk akal terendah untuk panjang Planck, black hole bisa diproduksi dengan laju satu [black hole] per detik. Fisikawan menyebut akselerator yang memproduksi partikel pada laju ini sebagai “pabrik”, sehingga LHC akan menjadi pabrik black hole.
Penguapan lubang-lubang ini akan meninggalkan jejak yang amat istimewa pada detektor. Tubrukan khas menghasilkan partikel high-energy dalam jumlah sedang, tapi black hole yang membusuk berbeda. Menurut penelitian Hawking, ia meradiasikan sejumlah besar partikel ke semua arah dengan energi sangat tinggi. Produk pembusukan itu meliputi semua partikel yang dijumpai di alam. Sejak saat itu, beberapa kelompok riset telah melakukan investigasi yang semakin detail mengenai tanda-tanda luar biasa yang akan dihasilkan black hole dalam detektor di LHC.
Black hole dengan beragam ukuran dapat menyelidiki dimensi tambahan yang tidak dapat diakses oleh kita. Karena gravitasi, tak seperti gaya-gaya lainnya, membentang sampai ke dimensi-dimensi tersebut, demikian pula halnya dengan black hole. Fisikawan dapat mengubah-ubah ukurannya dengan menyetel akselerator partikel ke energi berbeda-beda. Jika sebuah lubang menginterseksi sebuah alam semesta paralel, ia akan membusuk lebih cepat dan terlihat melepaskan lebih sedikit energi (karena beberapa energinya diserap oleh alam semesta lain tersebut).
Apakah Akan Hujan Black Hole?
Prospek produksi black hole di Bumi mungkin menurut beberapa orang merupakan ketololan. Bagaimana kita tahu bahwa black holeakan membusuk secara aman, sebagaimana prediksi Hawking, dan tidak terus-menerus tumbuh, dan akhirnya memakan seluruh planet ini? Sekilas, ini seperti urusan yang serius, terutama berdasarkan kemungkinan bahwa beberapa detail argumen awal Hawking bisa keliru—khususnya klaim bahwa informasi hancur dalam black hole.
Tapi pemikiran umum quantum mengimplikasikan bahwa black holemikroskopis tidak mungkin stabil dan oleh karenanya aman. Konsentrasi energi massa, seperti partikel-partikel unsur, hanya stabil jika hukum kekekalan melarang pembusukan mereka; contohnya mencakup kekekalan muatan listrik dan kekekalan jumlah baryon (yang, kalau tidak dilanggar, menjamin stabilitas proton). Tidak ada hukum kekekalan demikian untuk menstabilkan sebuah black hole kecil. Dalam teori quantum, sesuatu yang tidak diungkapkan terlarang maka artinya wajib, sehingga black hole kecil akan cepat membusuk, sesuai dengan hukum termodinamika kedua.
Sesungguhnya, tubrukan high-energy seperti yang ada di LHC telah terjadi—contohnya, di alam semesta awal dan bahkan sekarang, ketika sinar energi kosmik cukup tinggi menghantam atmosfer kita. Maka jika tubrukan pada ukuran energi LHC bisa menghasilkan black hole, alam telah dan sedang memproduksinya persis di atas kepala kita tanpa menimbulkan bahaya. Estimasi awal oleh Gidding dan Thomas mengindikasikan bahwa sinar kosmik berenergi tertinggi—proton atau nukleus atom berat dengan energi hingga 109 TeV—bisa menghasilkan 100 black hole di atmosfer setahun.
Di samping itu, mereka—bersama dengan David Dorfan dari U.C. Santa Cruz dan Tom Rizzo dari Stanford Linear Accelerator Center dan, secara terpisah, Jonathan L. Feng dari Universitas California, Irvine, dan Alfred D. Shapere dari Universitas Kentucky—telah menemukan bahwa tubrukan neutrino-neutrino kosmik mungkin bahkan lebih produktif lagi. Jika demikian, observatorium sinar kosmik Auger baru di Argentina, yang kini sedang mengambil data, dan observatorium Fly’s Eye di Utah yang telah diupgrade mungkin mampu melihat beberapa lubang dalam setahun. Namun, observasi ini tidak meniadakan kebutuhan akan eksperimen akselerator, yang bisa menghasilkan lubang secara lebih handal, dalam jumlah lebih besar, dan di bawah kondisi yang lebih terkendali.
Produksi black hole akan membuka tapal batas fisika yang sama sekali baru. Kehadiran mereka akan menjadi bukti memaksa tentang dimensi ruang yang sebelumnya tersembunyi, dan dengan mengobservasi atribut mereka, fisikawan dapat mulai mengeksplorasi fitur geografis dimensi-dimensi tersebut. Contoh, saat akselerator memproduksi black hole dengan massa yang terus meningkat, lubang-lubang itu akan menusuk lebih dalam ke dimensi-dimensi tambahan dan ukurannya bisa diperbandingkan dengan salah satu dari mereka, menghasilkan perubahan istimewa dalam hal ketergantungan temperatur sebuah black hole terhadap massa. Demikian pula, jika black hole tumbuh cukup besar hingga menginterseksi alam semesta paralel 3-dimensi di dimensi-dimensi tambahan tersebut, atribut pembusukannya akan mendadak berubah.
Produksi black hole dalam akselerator juga melambangkan akhir salah satu pencarian bersejarah manusia: memahami materi pada skala lebih halus. Selama seabad terakhir, fisikawan telah menekan tapal batas [objek] kecil—dari bintik debu sampai atom sampai proton dan neutron dan sampai quark. Jika mereka bisa menciptakan black hole, mereka akan menjangkau skala Planck, yang diyakini merupakan panjang terpendek, jarak pembatas yang di bawahnya gagasan ruang dan panjang mungkin berhenti eksis. Setiap upaya untuk menyelidiki kemungkinan eksistensi jarak yang lebih pendek, dengan melakukan tubrukan energi yang lebih tinggi, tak terelakkan lagi akan berujung pada produksi black hole. Tubrukan energi lebih tinggi, dibanding memecah materi menjadi kepingan-kepingan yang lebih halus, akan cukup memproduksi black hole yang lebih besar. Dengan cara ini, penampakan black hole akan menandai tertutupnya tapal batas sains. Di tempatnya, akan ada tapal batas baru, yakni eksplorasi geografi dimensi ruang tambahan.
Penulis
Bernard J. Carr dan Steven B. Giddings pertama kali bertemu secara pribadi di sebuah konferensi perayaan ulang tahun Stephen Hawking yang ke-60 pada tahun 2002. Carr menemukan antusiasmenya terhadap astrofisika dalam film dokumenter terkenal BBC tahun 1960 buatan Nigel Calder yang berjudul The Violent Universe. Dia menjadi mahasiswa sarjananya Hawking pada 1970-an, dan merupakan salah seorang ilmuwan pertama yang menginvestigasi black hole kecil, dan hari ini menjabat profesor di Queen Mary, Universitas London. Giddings tertular hama fisika saat ayahnya pertama kali menceritakan kepadanya tentang sifat aneh mekanika quantum. Dia melanjutkan untuk menjadi pakar gravitasi quantum dan kosmologi, dan merupakan salah satu ilmuwan pertama yang mempelajari kemungkinan menciptakan black hole dalam akselerator partikel, dan kini menjabat profesor di Universitas California, Santa Barbara. Ketika tidak sedang berteori tentang gravitasi, dia berjuang melawannya dengan panjat tebing.
Untuk Digali Lebih Jauh
- Black Holes and Time Warps: Einstein’s Outrageous Legacy. Kip S. Thorne. W. W. Norton, 1995.
- High Energy Colliders as Black Hole Factories: The End of Short Distance Physics. Steven B. Giddings dan Scott Thomas dalam Physical Review D, Vol. 65, Paper No. 056010; 2002. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0106219.
- Black Holes at the LHC. Savas Dimopoulos dan Greg Landsberg dalam Physical Review Letters, Vol. 87, Paper No. 161602; 2001. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0106295.
- Black Holes from Cosmic Rays: Probes of Extra Dimensions and New Limits on TeV-Scale Gravity. Luis A. Anchordoqui, Jonathan L. Feng, Haim Goldberg, dan Alfred D. Shapere dalam Physical Review D, Vol. 65, Paper No. 124027; 2002. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0112247.
- Black Holes at Accelerators. Steven B. Giddings dalam The Future of Theoretical Physics and Cosmology. Disunting oleh G. W. Gibbons, E.P.S. Shellard, dan S. J. Rankin. Cambridge University Press, 2003. www.arxiv.org/abs/hep-th/0205027.
- Primordial Black Holes. Bernard Carr. Ibid. Paper serupa tersedia di www.arxiv.org/abs/astro-ph/0310838.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar