Selasa, 08 Mei 2012
Oleh: Jan Ambjørn, Jerzy Jurkiewicz, dan Renate Loll
(Sumber: Scientific American, Juli 2008, hal. 42-49)
Sebuah pendekatan baru terhadap persoalan tua gravitasi quantum kembali ke pangkal masalah dan memperlihatkan bagaimana blok-blok penyusun ruang dan waktu menyatukan diri.
Bagaimana ruang dan waktu terjadi? Bagaimana mereka membentuk kehampaan halus empat-dimensi yang bertindak sebagai latar belakang untuk dunia fisik kita? Terlihat seperti apa mereka pada jarak amat kecil? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini terletak di batas luar sains modern dan mendorong pencarian teori gravitasi quantum—unifikasi teori relativitas umum Einstein dengan teori quantum yang sudah lama dicari-cari. Teori relativitas menggambarkan bagaimana ruangwaktu pada skala besar bisa mengambil bentuk-bentuk berbeda yang tak terhitung banyaknya, menghasilkan apa yang kita rasakan sebagai gaya gravitasi. Kebalikannya, teori quantum menggambarkan hukum fisika pada skala atom dan subatom, mengabaikan efek gravitasi sama sekali. Teori gravitasi quantum bermaksud menggambarkan sifat ruangwaktu pada skala terkecil—kehampaan di antara partikel-partikel unsur terkecil yang dikenal—lewat hukum quantum dan barangkali menjelaskannya dari segi beberapa konstituen fundamenta.
Selama beberapa dekade belakangan, kolaborasi kami telah mengembangkan sebuah alternatif menjanjikan untuk jalan fisika teoritis yang banyak dilalui ini. Ia mengikuti resep yang hampir sederhana: ambil beberapa bahan amat dasar, racik mereka menurut prinsip-prinsip quantum yang dikenal (tak ada yang eksotis), aduk dengan baik, biarkan mengendap—dan Anda telah menciptakan ruangwaktu quantum. Proses ini cukup sederhana untuk disimulasikan pada sebuah laptop.
Dalam kalimat lain, jika kita menganggap ruangwaktu hampa sebagai suatu zat imateril, yang terdiri dari banyak kepingan kecil tak berstruktur, dan jika kita kemudian membiarkan blok-blok penyusun mikroskopis ini saling berinteraksi menurut aturan sederhana yang didikte oleh teori gravitasi dan teori quantum, mereka secara spontan akan menyusun diri mereka menjadi kesatuan yang, dalam banyak hal, mirip dengan alam semesta teramati punya kita. Serupa dengan cara molekul-molekul merangkai diri menjadi benda padat tak berbentuk dan terdiri dari kristal.
Kalau begitu, ruangwaktu mungkin lebih mirip hidangan goreng-aduk sederhana daripada kue perkawinan yang rumit. Selain itu, tak seperti pendekatan lain menuju gravitasi quantum, resep kami sangat tegap. Saat kami mengubah-ubah detail dalam simulasi kami, hasilnya hampir tidak berubah. Ketegapan ini memberi alasan untuk percaya bahwa kami berada di jalur yang benar. Seandainya hasilnya betul-betul sensitif terhadap letak penaruhan tiap keping ansambel besar ini, kami bisa menghasilkan banyak bentuk ganjil, yang masing-masing secara apriori sama mungkinnya untuk terjadi—sehingga kami akan kehilangan semua kekuatan penjelasan tentang mengapa alam semesta mesti begini.
Mekanisme merangkai-diri dan mengatur-diri serupa terdapat pada fisika, biologi, dan bidang sains lain. Contoh menawan adalah perilaku sekawanan besar burung, misalnya burung jalak Eropa. Tiap burung berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil burung di dekatnya; tak ada pemimpin yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Tapi kawanan tersebut masih terbentuk dan bergerak sebagai kesatuan. Kawanan itu memiliki atribut kolektif, atau timbul, yang tidak terlihat pada perilaku masing-masing burung.
Sejarah Singkat Gravitasi Quantum
Upaya-upaya masa lalu untuk menjelaskan struktur quantum ruangwaktu sebagai proses ketimbulan hanya berhasil secara terbatas. Mereka berakar dari gravitasi quantum Euclidean, sebuah program riset yang diprakarsai di akhir 1970-an dan dipopulerkan melalui buku best-seller karya fisikawan Stephen Hawking, A Brief History of Time. Ia didasarkan pada prinsip fundamental dari mekanika quantum: superposisi. Objek apapun, baik objek klasik ataupun quantum, berada dalam status tertentu—mencirikan posisi dan kecepatannya, misalnya. Tapi sementara status objek klasik bisa digambarkan lewat set bilangan unik, status objek quantum jauh lebih kaya. Yaitu jumlah, atau superposisi, semua kemungkinan status klasik.
Dengan resep ini, seseorang dapat mengkomputasi probabilitas penemuan elektron dalam rentang posisi atau kecepatan tertentu dari jalur lurus yang kita sangkakan jika elektron mengikuti hukum mekanika klasik. Yang membuat perilaku partikel menjadi mekanis quantum adalah penyimpangan dari sebuah trayektori tajam, disebut fluktuasi quantum. Semakin kecil ukuran sistem fisikalnya, semakin penting fluktuasi quantumnya.
Gravitasi quantum Euclidean menerapkan prinsip superposisi pada keseluruhan alam semesta. Dalam kasus ini, superposisi bukan terdiri dari berbagai jalur partikel melainkan berbagai cara alam semesta keseluruhan berkembang seiring waktu—rincinya, berbagai kemungkinan bentuk ruangwaktu. Untuk mempermudah persoalan, fisikawan tipikalnya hanya mempertimbangkan bentuk dan ukuran umum ruangwaktu, ketimbang setiap perubahan bentuk yang mungkin [lihat “Quantum Cosmology and the Creation of the Universe”, tulisan Jonathan J. Halliwell, Scientific American, Desember 1991].
Gravitasi quantum Euclidean membuat lompatan teknis besar selama tahun 1980-an dan 1990-an dengan perkembangan simulasi komputer canggih. Model-model ini merepresentasikan geometri ruangwaktu melengkung memakai blok-blok penyusun kecil, yang, untuk mudahnya, dianggap segitiga. Mesh-mesh segitiga bisa secara efisien mendekati/menyerupai permukaan melengkung, dan ini merupakan alasan mengapa mereka sering dipakai dalam animasi komputer. Untuk ruangwaktu, blok-blok penyusun elementer adalah generalisasi segitiga empat-dimensi, disebut four-simplices (empat-simpleks). Sebagaimana perekatan segitiga pada tepi-tepinya yang menciptakan permukaan melengkung dua-dimensi, perekatan empat-simpleks sepanjang “muka” mereka (yang sebetulnya merupakan tetrahedron tiga-dimensi) bisa menghasilkan ruangwaktu empat-dimensi. Blok-blok penyusun kecil itu sendiri tidak memiliki makna fisikal langsung. Jika seseorang dapat memeriksa ruangwaktu riil dengan mikroskop ultracanggih, dia tidak akan melihat segitiga-segitiga kecil. Mereka itu sekadar taksiran. Satu-satunya informasi yang relevan secara fisikal datang dari perilaku kolektif blok-blok penyusun dengan membayangkan masing-masingnya disusutkan sampai ukuran nol. Dalam batas ini, tak ada yang tergantung pada apakah blok-blok tersebut segitiga, kubus, pentagon, atau campuran daripadanya pada permulaan.
Ketidaksensitifan terhadap keanekaragaman detail skala kecil juga dikenal dengan nama “universalitas”. Ini adalah fenomena yang dikenal baik dalam mekanika statistik, studi gerak molekul pada gas dan cairan; zat-zat ini berperilaku sama bagaimanapun komposisi detail mereka. Universalitas diasosiasikan dengan atribut sistem berisi banyak bagian berinteraksi dan terlihat pada skala yang jauh lebih besar daripada skala masing-masing konstituen. Pernyataan analogis untuk sekawanan burung jalak adalah bahwa warna, ukuran, panjang sayap, dan umur masing-masing burung sama sekali tak relevan dalam menetapkan perilaku terbang kawanan tersebut sebagai kesatuan. Hanya beberapa detail mikroskopis yang merembes ke skala makroskopis.
Menjadi Layu
Dengan simulasi-simulasi komputer ini, para teoris gravitasi quantum mulai menggali efek bentuk-bentuk ruangwaktu bersuperposisi yang tidak bisa ditangani oleh relativitas klasik—rincinya, bentuk yang sangat melengkung pada skala jarak amat kecil. Yang disebut aturan nonperturbatif inilah yang paling menarik perhatian fisikawan tapi sebagian besar tidak bisa diakses dengan kalkulasi biasa pena-dan-kertas.
Sayangnya, simulasi-simulasi ini mengungkap bahwa gravitasi quantum Euclidean jelas-jelas meluputkan sebuah bahan penting. Mereka menemukan bahwa superposisi nonperturbatif alam semesta empat-dimensi bersifat tak stabil. Fluktuasi quantum lengkungan pada skala pendek, yang mencirikan berbagai alam semesta bersuperposisi yang berkontribusi terhadap rata-rata, tidak menghapuskan satu sama lain untuk menghasilkan alam semesta halus klasik pada skala besar. Justru mereka tipikalnya memperkuat satu sama lain untuk membuat seluruh ruang menggumal menjadi bola kecil berjumlah dimensi tak terhingga. Di ruang semacam itu, pasangan-pasangan titik acak tak pernah terpisah lebih dari jarak kecil, sekalipun ruang tersebut memiliki volume besar sekali. Dalam beberapa contoh, ruang beralih ke ekstrim lain dan menjadi tipis dan luas secara maksimal, seperti polimer bercabang banyak. Tak satupun dari kemungkinan-kemungkinan ini yang sedikit menyerupai alam semesta kita.
Sebelum kita memeriksa ulang asumsi yang menuntun fisikawan menyusuri jalan buntu ini, mari kita sejenak berhenti memikirkan aspek ganjil hasil ini. Blok-blok penyusun adalah empat-dimensi, tapi mereka secara kolektif melahirkan ruang yang memiliki jumlah dimensi tak terhingga (alam semesta menggumal) atau dua dimensi (alam semesta polimer). Sekali kita memperkenankan fluktuasi quantum besar ruang hampa, gagasan mendasar seperti dimensi pun jadi berubah-ubah. Hasil ini tak mungkin bisa diantisipasi dari teori gravitasi klasik, di mana jumlah dimensi selalu dianggap tetap.
Sebuah implikasi mungkin muncul sebagai sedikit kekecewaan terhadap penggemar sains-fiksi. Kisah-kisah sains-fiksi umumnya memanfaatkan wormhole—gagang tipis yang tersemat pada alam semesta dan menyediakan jalan pintas antara kawasan-kawasan yang terpisah jauh. Yang membuat wormhole begitu menggairahkan adalah harapan akan perjalanan waktu dan transmisi sinyal melebihi kecepatan cahaya memanfaatkannya. Walaupun fenomena semacam itu belum pernah teramati, fisikawan telah berspekulasi bahwa wormholebisa menemukan justifikasi dalam teori gravitasi quantum yang masih belum diketahui. Mengingat hasil negatif dari simulasi komputer gravitasi quantum Euclidean, kelangsungan hidup wormhole kini terasa amat tidak mungkin. Wormhole memiliki keanekaragaman sedemikian banyak sehingga cenderung mendominasi superposisi dan mendestabilkannya, dan akibatnya alam semesta quantum tak pernah tumbuh melampaui lingkungan kecil tapi saling terhubung.
Apa masalahnya? Dalam pencarian jalan keluar dan hal-hal berantakan dalam pendekatan Euclidean, kita akhirnya menemukan ide krusial, sebuah bahan yang mutlak diperlukan untuk membuat hidangan goreng-aduk berakhir dengan hasil benar: alam semesta harus meng-encode apa yang fisikawan sebut kausalitas. Kausalitas mengandung arti bahwa ruangwaktu hampa memiliki struktur yang memungkinkan kita membedakan secara jelas antara sebab dan akibat. Ia merupakan bagian integral teori klasik relativitas khusus dan umum.
Gravitasi quantum Euclidean tidak memasukkan gagasan kausalitas. Istilah “Euclidean” mengindikasikan bahwa ruang dan waktu diperlakukan secara setara. Alam semesta yang memasuki superposisi Euclidean memiliki empat arah ruang, bukan satu waktu dan tiga ruang yang biasa. Karena alam semesta-alam semesta Euclidean tidak memiliki gagasan waktu yang jelas, mereka tidak memiliki struktur untuk menaruh peristiwa-peristiwa ke dalam urutan spesifik; orang yang hidup di alam semesta tersebut tidak akan mempunyai kata “sebab” atau “akibat” dalam kosakatanya. Hawking dan lainnya yang mengambil pendekatan ini telah berkata bahwa “waktu adalah imajiner”, baik dalam pengertian matematis maupun ungkapan keseharian. Mereka berharap bahwa kausalitas akan muncul sebagai atribut skala besar dari fluktuasi-fluktuasi quantum mikroskopis yang secara individu tidak memuat jejak struktur sebab-akibat. Tapi simulasi komputer menghancurkan harapan tersebut.
Daripada mengesampingkan kausalitas saat merangkai masing-masing alam semesta dan mengharapkannya muncul kembali lewat kebijaksanaan kolektif superposisi, kami memutuskan untuk memasukkan struktur sebab-akibat di tahap yang jauh lebih awal. Istilah teknis untuk metode kami adalah causal dynamical triangulations. Di dalamnya, kami pertama-tama menetapkan panah waktu yang menunjuk dari masa lalu ke masa depan pada tiap simpleks. Kemudian kami menegakkan aturan perekatan sebab-akibat: dua simpleks harus direkat bersama untuk menjaga panah mereka tetap menunjuk ke arah yang sama. Simpleks-simpleks tersebut harus berbagi gagasan waktu, yang membentang terus ke arah panah-panah ini dan tak pernah berhenti atau berjalan terbalik. Ruang menjaga bentuk keseluruhannya sambil majunya waktu; ia tidak bisa pecah menjadi kepingan-kepingan terputus atau menciptakan wormhole.
Setelah merumuskan strategi ini pada 1998, kami mendemonstrasikan dalam model-model amat sederhana bahwa aturan perekatan sebab-akibat menghasilkan bentuk skala besar yang berbeda dari bentuk gravitasi quantum Euclidean. Itu membesarkan harapan tapi bukan berarti menunjukkan bahwa aturan ini cukup untuk menstabilkan alam semesta empat-dimensi utuh. Jadi, kami menahan nafas pada 2004 saat komputer kami akan memberi kami kalkulasi pertama atas superposisi sebab-akibat besar empat-simpleks. Apakah betul, pada jarak besar, ruangwaktu ini berperilaku seperti objek luas empat-dimensi dan bukan seperti bola menggumal atau polimer?
Bayangkan kegirangan kami ketika jumlah dimensinya keluar dengan hasil empat (lebih tepatnya 4,02 ± 0,1). Itulah pertama kali seseorang memperoleh jumlah dimensi teramati dari prinsip pertama. Sampai hari ini, penaruhan kembali kausalitas ke dalam model-model gravitasi quantum merupakan satu-satunya obat yang diketahui untuk mengatasi instabilitas geometri ruangwaktu bersuperposisi.
Ruangwaktu Berkuasa Penuh
Simulasi ini merupakan yang pertama dalam serangkaian eksperimen komputasi yang terus berjalan di mana kami telah berupaya menggali atribut fisikal dan geometris ruangwaktu quantum dari simulasi komputer. Langkah kami berikutnya adalah mempelajari bentuk ruangwaktu pada jarak besar dan memverifikasi bahwa itu sesuai dengan realitas—yakni, sesuai dengan prediksi relativitas umum. Ujian ini sangat menantang dalam model-model nonperturbatif gravitasi quantum, yang tidak memperkirakan bentuk default tertentu untuk ruangwaktu. Nyatanya, itu begitu sulit sampai-sampai sebagian besar pendekatan terhadap gravitasi quantum—termasuk teori string, kecuali untuk kasus khusus—tidak cukup maju untuk menyelesaikannya.
Ternyata agar model kami bekerja, dari semula kami perlu mencakupkan konstanta kosmologis, zat tak nampak dan imateril yang dikandung oleh ruang bahkan dalam ketiadaan bentuk-bentuk materi dan energi lain sama sekali. Persyaratan ini adalah berita bagus, sebab para kosmolog telah menemukan bukti observasi untuk energi semacam itu. Lebih jauh, ruangwaktu timbul memiliki apa yang fisikawan sebut geometri de Sitter, yang persis merupakan solusi untuk persamaan Einstein untuk sebuah alam semesta yang tidak mengandung apapun selain konstanta kosmologis. Sungguh luar biasa bahwa dengan merangkai blok-blok penyusun mikroskopis secara acak—tanpa menghiraukan kesimetrian atau struktur geometris yang disukai—kami menghasilkan ruangwaktu yang pada skala besar memiliki bentuk alam semesta de Sitter yang amat simetris.
Ketimbulan dinamis alam semesta empat-dimensi berbentuk fisik tepat dari prinsip pertama merupakan pencapaian sentral pendekatan kami. Apakah hasil luar biasa ini bisa dipahami dari segi interaksi beberapa “atom” fundamental ruangwaktu yang masih perlu diidentifikasi, itu merupakan subjek riset yang terus berjalan.
Setelah meyakinkan diri bahwa model gravitasi quantum kami lulus sejumlah ujian klasik, saatnya untuk beralih ke jenis eksperimen lain, eksperimen yang menyelidiki struktur quantum ruangwaktu yang gagal ditangkap oleh teori klasik Einstein. Salah satu simulasi yang telah kami jalankan adalah proses difusi—yaitu, kami membiarkan setetes tinta jatuh ke dalam superposisi alam semesta dan memperhatikan bagaimana ia menyebar dan diombang-ambingkan oleh fluktuasi quantum. Pengukuran ukuran awan tinta setelah waktu tertentu memungkinkan kami untuk menetapkan jumlah dimensi di ruang [lihat boks di atas].
Hasilnya agak mengejutkan pikiran: jumlah dimensi tergantung pada skala. Dengan kata lain, jika kita membiarkan difusi itu terus berlangsung selama beberapa saat singkat saja, ruangwaktu tampaknya memiliki jumlah dimensi berbeda daripada ketika kita membiarkannya berlangsung untuk waktu yang lama. Bahkan orang-orang di antara kami yang berspesialisasi dalam gravitasi quantum hampir tidak dapat membayangkan bagaimana ruangwaktu bisa secara halus mengubah dimensinya tergantung pada resolusi mikroskop. Jelas, objek kecil merasakan ruangwaktu secara berbeda sama sekali dibanding objek besar. Bagi objek tersebut, alam semesta memiliki sesuatu yang sama dengan sebuah struktur fraktal. [Struktur] fraktal adalah jenis ruang aneh di mana konsep ukuran sama sekali tidak eksis. Ia bersifat self-similar, artinya ia terlihat sama pada semua skala. Ini mengimplikasikan tidak ada garisan dan tidak ada objek lain berukuran khas yang bisa
menjadi meteran.
“Kecil” itu seberapa kecil? Sampai ukuran sekitar 10-34 meter, alam semesta quantum yang berkuasa penuh digambarkan dengan baik oleh geometri klasik de Sitter empat-dimensi, walaupun fluktuasi quantum semakin signifikan. Bahwa seseorang dapat mempercayai penaksiran klasik terhadap jarak sedemikian pendek, itu agak mengherankan. Ini memiliki implikasi penting bagi alam semesta, baik di sejarah awalnya maupun jauh di masa depan. Di kedua ekstrim ini, alam semesta betul-betul hampa. Sejak permulaan, fluktuasi quantum gravitasi mungkin begitu besar sehingga materi hampir tidak terdaftar; seperti rakit kecil yang terombang-ambing di samudera. Miliaran tahun dari sekarang, gara-gara perluasan pesat alam semesta, materi akan begitu menipis sehingga juga akan memainkan peran yang sedikit atau tidak sama sekali. Teknik kami dapat menjelaskan bentuk ruang dalam kedua kasus.
Pada skala yang lebih pendek lagi, fluktuasi quantum ruangwaktu menjadi begitu kuat sehingga gagasan intuitif geometri klasik mogok sama sekali. Jumlah dimensi turun dari empat klasik menjadi sekitar dua. Namun demikian, sejauh yang bisa kami katakan, ruangwaktu masih continuous dan tidak memiliki wormhole. Ia tidak seliar buih ruangwaktu menggelembung, sebagaimana yang dibayangkan oleh fisikawan John Wheeler dan banyak lainnya. Geometri ruangwaktu mematuhi aturan nonstandar dan nonklasik, tapi konsep jarak masih berlaku. Kami sekarang sedang dalam proses menyelidiki skala yang lebih halus lagi. Satu kemungkinannya adalah bahwa alam semesta menjadi self-similar dan terlihat sama pada semua skala di bawah ambang batas tertentu. Bila demikian, ruangwaktu bukan terdiri dari string-string atau atom-atom ruangwaktu, melainkan sekawasan boredom tak terhingga: struktur yang ditemukan persis di bawah ambang batas tersebut yang akan mengulangi dirinya pada setiap skala lebih kecil, tanpa henti.
Sulit sekali membayangkan bagaimana fisikawan bisa melepaskan diri dengan bahan dan alat teknis yang lebih sedikit dibanding yang kami pakai untuk menghasilkan alam semesta quantum beratribut realistis. Kami masih perlu menjalankan banyak ujian dan eksperimen—contoh, memahami bagaimana materi berperilaku di alam semesta dan bagaimana materi pada gilirannya mempengaruhi bentuk keseluruhan alam semesta tersebut. Piala sucinya, sebagaimana pada kandidat teori gravitasi quantum manapun, adalah prediksi berkonsekuensi teramati yang diperoleh dari struktur quantum mikroskopis. Itu akan menjadi kriteria untuk memutuskan apakah model kami betul-betul merupakan teori qravitasi quantum yang tepat.
Penulis
Jan Ambjørn, Jerzy Jurkiewicz, dan Renate Loll mengembangkan pendekatan mereka terhadap gravitasi quantum pada tahun 1998. Ambjørn adalah anggota Royal Danish Academy dan profesor di Niels Bohr Institute (Kopenhagen) dan di Universitas Utrecht (Belanda). Dia memiliki reputasi sebagai koki masakan Thailand yang ulung, sebuah klaim yang dinanti-nanti oleh para editor untuk dinilai langsung. Jurkiewicz adalah kepala departemen teori sistem kompleks di Institute of Physics di Universitas Jagiellonian (Kraków). Dia menduduki banyak jabatan di masa lalu termasuk di Niels Bohr Institute (Kopenhagen), di mana di pantai sana dia diperkenalkan kepada keindahan berlayar. Loll adalah profesor di Universitas Utrecht, di mana dia mengepalai salah satu kelompok terbesar untuk riset gravitasi quantum di Eropa. Sebelumnya dia bekerja di Max Planck Institute for Gravitational Physics di Glom (Jerman), di mana dia memegang Heisenberg Fellowship. Dalam waktu luangnya yang langka, Loll menikmati memainkan musik kamar.
Untuk Digali Lebih Jauh
(Sumber: Scientific American, Juli 2008, hal. 42-49)
Sebuah pendekatan baru terhadap persoalan tua gravitasi quantum kembali ke pangkal masalah dan memperlihatkan bagaimana blok-blok penyusun ruang dan waktu menyatukan diri.
Bagaimana ruang dan waktu terjadi? Bagaimana mereka membentuk kehampaan halus empat-dimensi yang bertindak sebagai latar belakang untuk dunia fisik kita? Terlihat seperti apa mereka pada jarak amat kecil? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini terletak di batas luar sains modern dan mendorong pencarian teori gravitasi quantum—unifikasi teori relativitas umum Einstein dengan teori quantum yang sudah lama dicari-cari. Teori relativitas menggambarkan bagaimana ruangwaktu pada skala besar bisa mengambil bentuk-bentuk berbeda yang tak terhitung banyaknya, menghasilkan apa yang kita rasakan sebagai gaya gravitasi. Kebalikannya, teori quantum menggambarkan hukum fisika pada skala atom dan subatom, mengabaikan efek gravitasi sama sekali. Teori gravitasi quantum bermaksud menggambarkan sifat ruangwaktu pada skala terkecil—kehampaan di antara partikel-partikel unsur terkecil yang dikenal—lewat hukum quantum dan barangkali menjelaskannya dari segi beberapa konstituen fundamenta.
Konsep Kunci
- Teori quantum dan teori relativitas umum Einstein terkenal berselisih. Fisikawan sudah lama mencoba merekonsiliasikan mereka dalam sebuah teori gravitasi quantum—dengan keberhasilan yang terbatas.
- Sebuah pendekatan baru tidak memperkenalkan komponen eksotis apapun tapi menyediakan cara baru untuk menerapkan hukum yang ada terhadap bintik-bintik tersendiri ruangwaktu.
Teori superstring sering digambarkan sebagai kandidat utama untuk mengisi peran ini, tapi ia belum menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan mendesak ini. Justru, menuruti logika internalnya sendiri, ia menyingkap lapisan bahan dan hubungan baru dan eksotis yang lebih rumit lagi di antara mereka, menghasilkan keanekaragaman kemungkinan hasil yang membingungkan.
- Pendekatan ini menunjukkan bagaimana ruangwaktu empat-dimensi yang kita kenal bisa muncul secara dinamis dari bahan-bahan lebih dasar. Ia juga mengindikasikan bahwa ruangwaktu berangsur berubah dari arena halus menjadi fraktal kasar pada skala kecil.
Selama beberapa dekade belakangan, kolaborasi kami telah mengembangkan sebuah alternatif menjanjikan untuk jalan fisika teoritis yang banyak dilalui ini. Ia mengikuti resep yang hampir sederhana: ambil beberapa bahan amat dasar, racik mereka menurut prinsip-prinsip quantum yang dikenal (tak ada yang eksotis), aduk dengan baik, biarkan mengendap—dan Anda telah menciptakan ruangwaktu quantum. Proses ini cukup sederhana untuk disimulasikan pada sebuah laptop.
Dalam kalimat lain, jika kita menganggap ruangwaktu hampa sebagai suatu zat imateril, yang terdiri dari banyak kepingan kecil tak berstruktur, dan jika kita kemudian membiarkan blok-blok penyusun mikroskopis ini saling berinteraksi menurut aturan sederhana yang didikte oleh teori gravitasi dan teori quantum, mereka secara spontan akan menyusun diri mereka menjadi kesatuan yang, dalam banyak hal, mirip dengan alam semesta teramati punya kita. Serupa dengan cara molekul-molekul merangkai diri menjadi benda padat tak berbentuk dan terdiri dari kristal.
Kalau begitu, ruangwaktu mungkin lebih mirip hidangan goreng-aduk sederhana daripada kue perkawinan yang rumit. Selain itu, tak seperti pendekatan lain menuju gravitasi quantum, resep kami sangat tegap. Saat kami mengubah-ubah detail dalam simulasi kami, hasilnya hampir tidak berubah. Ketegapan ini memberi alasan untuk percaya bahwa kami berada di jalur yang benar. Seandainya hasilnya betul-betul sensitif terhadap letak penaruhan tiap keping ansambel besar ini, kami bisa menghasilkan banyak bentuk ganjil, yang masing-masing secara apriori sama mungkinnya untuk terjadi—sehingga kami akan kehilangan semua kekuatan penjelasan tentang mengapa alam semesta mesti begini.
Mekanisme merangkai-diri dan mengatur-diri serupa terdapat pada fisika, biologi, dan bidang sains lain. Contoh menawan adalah perilaku sekawanan besar burung, misalnya burung jalak Eropa. Tiap burung berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil burung di dekatnya; tak ada pemimpin yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Tapi kawanan tersebut masih terbentuk dan bergerak sebagai kesatuan. Kawanan itu memiliki atribut kolektif, atau timbul, yang tidak terlihat pada perilaku masing-masing burung.
Sejarah Singkat Gravitasi Quantum
Upaya-upaya masa lalu untuk menjelaskan struktur quantum ruangwaktu sebagai proses ketimbulan hanya berhasil secara terbatas. Mereka berakar dari gravitasi quantum Euclidean, sebuah program riset yang diprakarsai di akhir 1970-an dan dipopulerkan melalui buku best-seller karya fisikawan Stephen Hawking, A Brief History of Time. Ia didasarkan pada prinsip fundamental dari mekanika quantum: superposisi. Objek apapun, baik objek klasik ataupun quantum, berada dalam status tertentu—mencirikan posisi dan kecepatannya, misalnya. Tapi sementara status objek klasik bisa digambarkan lewat set bilangan unik, status objek quantum jauh lebih kaya. Yaitu jumlah, atau superposisi, semua kemungkinan status klasik.
Teori-teori Gravitasi Quantum
- Teori String. Pendekatan yang disukai oleh kebanyakan fisikawan teoritis, ini bukan cuma teori gravitasi quantum tapi juga semua materi dan gaya. Ia didasarkan pada ide bahwa partikel (termasuk partikel hipotetis yang mengangkut gravitasi) adalah string yang bervibrasi.
- Loop Quantum Gravity. Alternatif utama teori string, ini membawa teknik baru untuk menerapkan aturan quantum pada teori relativitas umum Einstein. Ruang dibagi menjadi “atom-atom” diskret volume.
- Gravitasi Quantum Euclidean. Dipopulerkan oleh fisikawan Stephen Hawking, pendekatan ini menduga bahwa ruangwaktu muncul dari rata-rata quantum semua kemungkinan bentuk. Ia menaruh waktu pada pijakan yang sama sebagaimana ruang.
Contoh, bola biliar klasik selalu bergerak sepanjang sebuah trayektori dengan posisi dan kecepatan tepat. Ini tak bisa menjadi deskripsi yang bagus tentang bagaimana elektron, yang jauh lebih kecil, bergerak. Gerakannya digambarkan oleh hukum quantum, yang menyatakan bahwa ia bisa eksis secara serentak dalam berbagai posisi dan kecepatan. Ketika sebuah elektron berjalan dari titik A ke titik B tanpa kehadiran gaya eksternal, ia tak hanya mengambil garis lurus antara A dan B melainkan semua rute yang tersedia secara serentak. Gambaran kualitatif tentang semua kemungkinan jalur elektron yang bekerjasama ini mewujud menjadi resep matematis tepat superposisi quantum, dirumuskan oleh peraih Nobel Richard Feynman, yakni rata-rata semua kemungkinan berlainan ini.
- Causal Dynamical Triangulations. Pendekatan ini, subjek artikel ini, adalah pendekatan Euclidean versi modern. Ia menaksir ruangwaktu sebagai mosaik segitiga, yang memiliki perbedaan integral antara ruang dan waktu. Pada skala kecil, ruangwaktu mengambil bentuk fraktal.
Dengan resep ini, seseorang dapat mengkomputasi probabilitas penemuan elektron dalam rentang posisi atau kecepatan tertentu dari jalur lurus yang kita sangkakan jika elektron mengikuti hukum mekanika klasik. Yang membuat perilaku partikel menjadi mekanis quantum adalah penyimpangan dari sebuah trayektori tajam, disebut fluktuasi quantum. Semakin kecil ukuran sistem fisikalnya, semakin penting fluktuasi quantumnya.
Gravitasi quantum Euclidean menerapkan prinsip superposisi pada keseluruhan alam semesta. Dalam kasus ini, superposisi bukan terdiri dari berbagai jalur partikel melainkan berbagai cara alam semesta keseluruhan berkembang seiring waktu—rincinya, berbagai kemungkinan bentuk ruangwaktu. Untuk mempermudah persoalan, fisikawan tipikalnya hanya mempertimbangkan bentuk dan ukuran umum ruangwaktu, ketimbang setiap perubahan bentuk yang mungkin [lihat “Quantum Cosmology and the Creation of the Universe”, tulisan Jonathan J. Halliwell, Scientific American, Desember 1991].
Gravitasi quantum Euclidean membuat lompatan teknis besar selama tahun 1980-an dan 1990-an dengan perkembangan simulasi komputer canggih. Model-model ini merepresentasikan geometri ruangwaktu melengkung memakai blok-blok penyusun kecil, yang, untuk mudahnya, dianggap segitiga. Mesh-mesh segitiga bisa secara efisien mendekati/menyerupai permukaan melengkung, dan ini merupakan alasan mengapa mereka sering dipakai dalam animasi komputer. Untuk ruangwaktu, blok-blok penyusun elementer adalah generalisasi segitiga empat-dimensi, disebut four-simplices (empat-simpleks). Sebagaimana perekatan segitiga pada tepi-tepinya yang menciptakan permukaan melengkung dua-dimensi, perekatan empat-simpleks sepanjang “muka” mereka (yang sebetulnya merupakan tetrahedron tiga-dimensi) bisa menghasilkan ruangwaktu empat-dimensi. Blok-blok penyusun kecil itu sendiri tidak memiliki makna fisikal langsung. Jika seseorang dapat memeriksa ruangwaktu riil dengan mikroskop ultracanggih, dia tidak akan melihat segitiga-segitiga kecil. Mereka itu sekadar taksiran. Satu-satunya informasi yang relevan secara fisikal datang dari perilaku kolektif blok-blok penyusun dengan membayangkan masing-masingnya disusutkan sampai ukuran nol. Dalam batas ini, tak ada yang tergantung pada apakah blok-blok tersebut segitiga, kubus, pentagon, atau campuran daripadanya pada permulaan.
Ketidaksensitifan terhadap keanekaragaman detail skala kecil juga dikenal dengan nama “universalitas”. Ini adalah fenomena yang dikenal baik dalam mekanika statistik, studi gerak molekul pada gas dan cairan; zat-zat ini berperilaku sama bagaimanapun komposisi detail mereka. Universalitas diasosiasikan dengan atribut sistem berisi banyak bagian berinteraksi dan terlihat pada skala yang jauh lebih besar daripada skala masing-masing konstituen. Pernyataan analogis untuk sekawanan burung jalak adalah bahwa warna, ukuran, panjang sayap, dan umur masing-masing burung sama sekali tak relevan dalam menetapkan perilaku terbang kawanan tersebut sebagai kesatuan. Hanya beberapa detail mikroskopis yang merembes ke skala makroskopis.
Menjadi Layu
Dengan simulasi-simulasi komputer ini, para teoris gravitasi quantum mulai menggali efek bentuk-bentuk ruangwaktu bersuperposisi yang tidak bisa ditangani oleh relativitas klasik—rincinya, bentuk yang sangat melengkung pada skala jarak amat kecil. Yang disebut aturan nonperturbatif inilah yang paling menarik perhatian fisikawan tapi sebagian besar tidak bisa diakses dengan kalkulasi biasa pena-dan-kertas.
Sayangnya, simulasi-simulasi ini mengungkap bahwa gravitasi quantum Euclidean jelas-jelas meluputkan sebuah bahan penting. Mereka menemukan bahwa superposisi nonperturbatif alam semesta empat-dimensi bersifat tak stabil. Fluktuasi quantum lengkungan pada skala pendek, yang mencirikan berbagai alam semesta bersuperposisi yang berkontribusi terhadap rata-rata, tidak menghapuskan satu sama lain untuk menghasilkan alam semesta halus klasik pada skala besar. Justru mereka tipikalnya memperkuat satu sama lain untuk membuat seluruh ruang menggumal menjadi bola kecil berjumlah dimensi tak terhingga. Di ruang semacam itu, pasangan-pasangan titik acak tak pernah terpisah lebih dari jarak kecil, sekalipun ruang tersebut memiliki volume besar sekali. Dalam beberapa contoh, ruang beralih ke ekstrim lain dan menjadi tipis dan luas secara maksimal, seperti polimer bercabang banyak. Tak satupun dari kemungkinan-kemungkinan ini yang sedikit menyerupai alam semesta kita.
Sebelum kita memeriksa ulang asumsi yang menuntun fisikawan menyusuri jalan buntu ini, mari kita sejenak berhenti memikirkan aspek ganjil hasil ini. Blok-blok penyusun adalah empat-dimensi, tapi mereka secara kolektif melahirkan ruang yang memiliki jumlah dimensi tak terhingga (alam semesta menggumal) atau dua dimensi (alam semesta polimer). Sekali kita memperkenankan fluktuasi quantum besar ruang hampa, gagasan mendasar seperti dimensi pun jadi berubah-ubah. Hasil ini tak mungkin bisa diantisipasi dari teori gravitasi klasik, di mana jumlah dimensi selalu dianggap tetap.
Sebuah implikasi mungkin muncul sebagai sedikit kekecewaan terhadap penggemar sains-fiksi. Kisah-kisah sains-fiksi umumnya memanfaatkan wormhole—gagang tipis yang tersemat pada alam semesta dan menyediakan jalan pintas antara kawasan-kawasan yang terpisah jauh. Yang membuat wormhole begitu menggairahkan adalah harapan akan perjalanan waktu dan transmisi sinyal melebihi kecepatan cahaya memanfaatkannya. Walaupun fenomena semacam itu belum pernah teramati, fisikawan telah berspekulasi bahwa wormholebisa menemukan justifikasi dalam teori gravitasi quantum yang masih belum diketahui. Mengingat hasil negatif dari simulasi komputer gravitasi quantum Euclidean, kelangsungan hidup wormhole kini terasa amat tidak mungkin. Wormhole memiliki keanekaragaman sedemikian banyak sehingga cenderung mendominasi superposisi dan mendestabilkannya, dan akibatnya alam semesta quantum tak pernah tumbuh melampaui lingkungan kecil tapi saling terhubung.
Apa masalahnya? Dalam pencarian jalan keluar dan hal-hal berantakan dalam pendekatan Euclidean, kita akhirnya menemukan ide krusial, sebuah bahan yang mutlak diperlukan untuk membuat hidangan goreng-aduk berakhir dengan hasil benar: alam semesta harus meng-encode apa yang fisikawan sebut kausalitas. Kausalitas mengandung arti bahwa ruangwaktu hampa memiliki struktur yang memungkinkan kita membedakan secara jelas antara sebab dan akibat. Ia merupakan bagian integral teori klasik relativitas khusus dan umum.
Gravitasi quantum Euclidean tidak memasukkan gagasan kausalitas. Istilah “Euclidean” mengindikasikan bahwa ruang dan waktu diperlakukan secara setara. Alam semesta yang memasuki superposisi Euclidean memiliki empat arah ruang, bukan satu waktu dan tiga ruang yang biasa. Karena alam semesta-alam semesta Euclidean tidak memiliki gagasan waktu yang jelas, mereka tidak memiliki struktur untuk menaruh peristiwa-peristiwa ke dalam urutan spesifik; orang yang hidup di alam semesta tersebut tidak akan mempunyai kata “sebab” atau “akibat” dalam kosakatanya. Hawking dan lainnya yang mengambil pendekatan ini telah berkata bahwa “waktu adalah imajiner”, baik dalam pengertian matematis maupun ungkapan keseharian. Mereka berharap bahwa kausalitas akan muncul sebagai atribut skala besar dari fluktuasi-fluktuasi quantum mikroskopis yang secara individu tidak memuat jejak struktur sebab-akibat. Tapi simulasi komputer menghancurkan harapan tersebut.
Daripada mengesampingkan kausalitas saat merangkai masing-masing alam semesta dan mengharapkannya muncul kembali lewat kebijaksanaan kolektif superposisi, kami memutuskan untuk memasukkan struktur sebab-akibat di tahap yang jauh lebih awal. Istilah teknis untuk metode kami adalah causal dynamical triangulations. Di dalamnya, kami pertama-tama menetapkan panah waktu yang menunjuk dari masa lalu ke masa depan pada tiap simpleks. Kemudian kami menegakkan aturan perekatan sebab-akibat: dua simpleks harus direkat bersama untuk menjaga panah mereka tetap menunjuk ke arah yang sama. Simpleks-simpleks tersebut harus berbagi gagasan waktu, yang membentang terus ke arah panah-panah ini dan tak pernah berhenti atau berjalan terbalik. Ruang menjaga bentuk keseluruhannya sambil majunya waktu; ia tidak bisa pecah menjadi kepingan-kepingan terputus atau menciptakan wormhole.
Setelah merumuskan strategi ini pada 1998, kami mendemonstrasikan dalam model-model amat sederhana bahwa aturan perekatan sebab-akibat menghasilkan bentuk skala besar yang berbeda dari bentuk gravitasi quantum Euclidean. Itu membesarkan harapan tapi bukan berarti menunjukkan bahwa aturan ini cukup untuk menstabilkan alam semesta empat-dimensi utuh. Jadi, kami menahan nafas pada 2004 saat komputer kami akan memberi kami kalkulasi pertama atas superposisi sebab-akibat besar empat-simpleks. Apakah betul, pada jarak besar, ruangwaktu ini berperilaku seperti objek luas empat-dimensi dan bukan seperti bola menggumal atau polimer?
Bayangkan kegirangan kami ketika jumlah dimensinya keluar dengan hasil empat (lebih tepatnya 4,02 ± 0,1). Itulah pertama kali seseorang memperoleh jumlah dimensi teramati dari prinsip pertama. Sampai hari ini, penaruhan kembali kausalitas ke dalam model-model gravitasi quantum merupakan satu-satunya obat yang diketahui untuk mengatasi instabilitas geometri ruangwaktu bersuperposisi.
Ruangwaktu Berkuasa Penuh
Simulasi ini merupakan yang pertama dalam serangkaian eksperimen komputasi yang terus berjalan di mana kami telah berupaya menggali atribut fisikal dan geometris ruangwaktu quantum dari simulasi komputer. Langkah kami berikutnya adalah mempelajari bentuk ruangwaktu pada jarak besar dan memverifikasi bahwa itu sesuai dengan realitas—yakni, sesuai dengan prediksi relativitas umum. Ujian ini sangat menantang dalam model-model nonperturbatif gravitasi quantum, yang tidak memperkirakan bentuk default tertentu untuk ruangwaktu. Nyatanya, itu begitu sulit sampai-sampai sebagian besar pendekatan terhadap gravitasi quantum—termasuk teori string, kecuali untuk kasus khusus—tidak cukup maju untuk menyelesaikannya.
Ternyata agar model kami bekerja, dari semula kami perlu mencakupkan konstanta kosmologis, zat tak nampak dan imateril yang dikandung oleh ruang bahkan dalam ketiadaan bentuk-bentuk materi dan energi lain sama sekali. Persyaratan ini adalah berita bagus, sebab para kosmolog telah menemukan bukti observasi untuk energi semacam itu. Lebih jauh, ruangwaktu timbul memiliki apa yang fisikawan sebut geometri de Sitter, yang persis merupakan solusi untuk persamaan Einstein untuk sebuah alam semesta yang tidak mengandung apapun selain konstanta kosmologis. Sungguh luar biasa bahwa dengan merangkai blok-blok penyusun mikroskopis secara acak—tanpa menghiraukan kesimetrian atau struktur geometris yang disukai—kami menghasilkan ruangwaktu yang pada skala besar memiliki bentuk alam semesta de Sitter yang amat simetris.
Ketimbulan dinamis alam semesta empat-dimensi berbentuk fisik tepat dari prinsip pertama merupakan pencapaian sentral pendekatan kami. Apakah hasil luar biasa ini bisa dipahami dari segi interaksi beberapa “atom” fundamental ruangwaktu yang masih perlu diidentifikasi, itu merupakan subjek riset yang terus berjalan.
MENERAPKAN ATURAN QUANTUM PADA RUANGWAKTU
Mengambil Rata-rata
Ruangwaktu bisa mengambil banyak kemungkinan bentuk. Menurut teori quantum, bentuk yang paling mungkin kita amati adalah superposisi, atau rata-rata, semua kemungkinan ini. Saat mengkonstruksi bentuk-bentuk dari segitiga, para teoris menimbang tiap bentuk tergantung pada seberapa tepat mereka merekatkan segitiga-segitiga untuk membentuknya. Penulis telah menemukan bahwa segitiga-segitiga tersebut harus mengikuti aturan tertentu untuk rata-rata agar cocok dengan yang kita amati. Rincinya, segitiga harus mempunyai panah waktu integral.
Setelah meyakinkan diri bahwa model gravitasi quantum kami lulus sejumlah ujian klasik, saatnya untuk beralih ke jenis eksperimen lain, eksperimen yang menyelidiki struktur quantum ruangwaktu yang gagal ditangkap oleh teori klasik Einstein. Salah satu simulasi yang telah kami jalankan adalah proses difusi—yaitu, kami membiarkan setetes tinta jatuh ke dalam superposisi alam semesta dan memperhatikan bagaimana ia menyebar dan diombang-ambingkan oleh fluktuasi quantum. Pengukuran ukuran awan tinta setelah waktu tertentu memungkinkan kami untuk menetapkan jumlah dimensi di ruang [lihat boks di atas].
JADI, APA ITU DIMENSI?
Dimensi yang Sama Sekali Baru Pada Ruang
Dalam kehidupan sehari-hari, jumlah dimensi merujuk pada jumlah minimum ukuran yang diperlukan untuk memperinci posisi sebuah objek, seperti garis lintang, garis bujur, dan ketinggian. Implisit dalam definisi ini adalah bahwa ruang itu halus dan mematuhi hukum fisika klasik. Tapi bagaimana jika ruang tidak berkelakuan begitu baik? Bagaimana jika bentuknya ditentukan oleh proses-proses quantum di mana gagasan keseharian tidak bisa dianggap benar? Untuk kasus-kasus ini, fisikawan dan matematikawan harus mengembangkan gagasan dimensionalitas yang lebih rumit. Jumlah dimensi bahkan tidak harus bilangan bulat, sebagaimana dalam kasus fraktal—pola yang terlihat sama pada semua skala.
Hasilnya agak mengejutkan pikiran: jumlah dimensi tergantung pada skala. Dengan kata lain, jika kita membiarkan difusi itu terus berlangsung selama beberapa saat singkat saja, ruangwaktu tampaknya memiliki jumlah dimensi berbeda daripada ketika kita membiarkannya berlangsung untuk waktu yang lama. Bahkan orang-orang di antara kami yang berspesialisasi dalam gravitasi quantum hampir tidak dapat membayangkan bagaimana ruangwaktu bisa secara halus mengubah dimensinya tergantung pada resolusi mikroskop. Jelas, objek kecil merasakan ruangwaktu secara berbeda sama sekali dibanding objek besar. Bagi objek tersebut, alam semesta memiliki sesuatu yang sama dengan sebuah struktur fraktal. [Struktur] fraktal adalah jenis ruang aneh di mana konsep ukuran sama sekali tidak eksis. Ia bersifat self-similar, artinya ia terlihat sama pada semua skala. Ini mengimplikasikan tidak ada garisan dan tidak ada objek lain berukuran khas yang bisa
menjadi meteran.
“Kecil” itu seberapa kecil? Sampai ukuran sekitar 10-34 meter, alam semesta quantum yang berkuasa penuh digambarkan dengan baik oleh geometri klasik de Sitter empat-dimensi, walaupun fluktuasi quantum semakin signifikan. Bahwa seseorang dapat mempercayai penaksiran klasik terhadap jarak sedemikian pendek, itu agak mengherankan. Ini memiliki implikasi penting bagi alam semesta, baik di sejarah awalnya maupun jauh di masa depan. Di kedua ekstrim ini, alam semesta betul-betul hampa. Sejak permulaan, fluktuasi quantum gravitasi mungkin begitu besar sehingga materi hampir tidak terdaftar; seperti rakit kecil yang terombang-ambing di samudera. Miliaran tahun dari sekarang, gara-gara perluasan pesat alam semesta, materi akan begitu menipis sehingga juga akan memainkan peran yang sedikit atau tidak sama sekali. Teknik kami dapat menjelaskan bentuk ruang dalam kedua kasus.
Pada skala yang lebih pendek lagi, fluktuasi quantum ruangwaktu menjadi begitu kuat sehingga gagasan intuitif geometri klasik mogok sama sekali. Jumlah dimensi turun dari empat klasik menjadi sekitar dua. Namun demikian, sejauh yang bisa kami katakan, ruangwaktu masih continuous dan tidak memiliki wormhole. Ia tidak seliar buih ruangwaktu menggelembung, sebagaimana yang dibayangkan oleh fisikawan John Wheeler dan banyak lainnya. Geometri ruangwaktu mematuhi aturan nonstandar dan nonklasik, tapi konsep jarak masih berlaku. Kami sekarang sedang dalam proses menyelidiki skala yang lebih halus lagi. Satu kemungkinannya adalah bahwa alam semesta menjadi self-similar dan terlihat sama pada semua skala di bawah ambang batas tertentu. Bila demikian, ruangwaktu bukan terdiri dari string-string atau atom-atom ruangwaktu, melainkan sekawasan boredom tak terhingga: struktur yang ditemukan persis di bawah ambang batas tersebut yang akan mengulangi dirinya pada setiap skala lebih kecil, tanpa henti.
Sulit sekali membayangkan bagaimana fisikawan bisa melepaskan diri dengan bahan dan alat teknis yang lebih sedikit dibanding yang kami pakai untuk menghasilkan alam semesta quantum beratribut realistis. Kami masih perlu menjalankan banyak ujian dan eksperimen—contoh, memahami bagaimana materi berperilaku di alam semesta dan bagaimana materi pada gilirannya mempengaruhi bentuk keseluruhan alam semesta tersebut. Piala sucinya, sebagaimana pada kandidat teori gravitasi quantum manapun, adalah prediksi berkonsekuensi teramati yang diperoleh dari struktur quantum mikroskopis. Itu akan menjadi kriteria untuk memutuskan apakah model kami betul-betul merupakan teori qravitasi quantum yang tepat.
Penulis
Jan Ambjørn, Jerzy Jurkiewicz, dan Renate Loll mengembangkan pendekatan mereka terhadap gravitasi quantum pada tahun 1998. Ambjørn adalah anggota Royal Danish Academy dan profesor di Niels Bohr Institute (Kopenhagen) dan di Universitas Utrecht (Belanda). Dia memiliki reputasi sebagai koki masakan Thailand yang ulung, sebuah klaim yang dinanti-nanti oleh para editor untuk dinilai langsung. Jurkiewicz adalah kepala departemen teori sistem kompleks di Institute of Physics di Universitas Jagiellonian (Kraków). Dia menduduki banyak jabatan di masa lalu termasuk di Niels Bohr Institute (Kopenhagen), di mana di pantai sana dia diperkenalkan kepada keindahan berlayar. Loll adalah profesor di Universitas Utrecht, di mana dia mengepalai salah satu kelompok terbesar untuk riset gravitasi quantum di Eropa. Sebelumnya dia bekerja di Max Planck Institute for Gravitational Physics di Glom (Jerman), di mana dia memegang Heisenberg Fellowship. Dalam waktu luangnya yang langka, Loll menikmati memainkan musik kamar.
Untuk Digali Lebih Jauh
- Deriving Dimensions. Adrian Cho dalam Physical Review Focus; 28 September 2004. http://focus.aps.org/story/v14/st13.
- Planckian Birth of a Quantum de Sitter Universe. J. Ambjørn, A. Görlich, J. Jurkiewicz, dan R. Loll dalam Physical Review Letters, Vol. 100, Article No. 091304; 7 Maret 2008. Pracetak di www.arxiv.org/abs/0712.2485.
- The Complete Idiot’s Guide to String Theory. George Musser. Alpha, 2008.
- The Emergence of Spacetime, or, Quantum Gravity on Your Desktop. R. Loll dalam Classical and Quantum Gravity, Vol. 25, No. 11, Article No. 114006; 7 June 2008. www.arxiv.org/abs/0711.0273.
- Website Renate Loll adalah www.phys.uu.nl/~loll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar