Dalam dunia startup, banyak sekali miskonsepsi yang beredar di masyarakat tentang industri ini. Beberapa di antaranya mempengaruhi “nyali” kita untuk merintis sebuah startup dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Apabila kamu memang memiliki sebuah ide yang memang dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat, baiknya jangan ada satu pun yang dapat mempengaruhi kamu dalam menggapai mimpi — apalagi hanya sebatas miskonsepsi fakta startup.
Kali ini, saya ingin mencoba untuk menjawab beberapa miskonsepsi fakta yang beredar di masyarakat tentang startup. Walau masih banyak miskonsepsi tentang fakta startup di luar sana yang belum sempat dibahas, saya telah memilihkan beberapa yang menurut saya paling populer. Kamu dapat menyampaikan miskonsepsi yang pernah kamu dengar pada kolom komentar di bawah dan saya akan membantu kamu untuk menjawabnya.
Startup bukan bisnis sungguhan
Banyak yang menganggap bahwa startup bukanlah bisnis sungguhan — bahkan orang tua saya sendiri berpikiran seperti itu. Sebaliknya, startup adalah perwujudan bisnis sendiri dengan bentuk yang lebih modern. Jika dalam bisnis konvensional produk berupa barang dan jasa yang ingin dijual telah ada dan nyata, startup menjual produk MVP (minimum viable product), artinya produk ini tetap dapat digunakan, tetapi dengan fungsi yang minimum. Walau begitu, produk ini akan segera berkembang dengan pesat mengikuti kebutuhan penggunanya — yang menjadikannya sebuah solusi yang tepat guna.
Startup membutuhkan pendanaan dari investor
Pendapat ini mungkin didasarkan pada popularitas startup besar, seperti Tokopedia dan GO-JEK, yang mendapatkan pendanaan dari para investor. Siapapun dapat memulai sebuah startup bahkan tanpa bantuan investor sekalipun — seperti yang dilakukan oleh para startup dengan modal sendiri (bootstrap). Pendanaan dari investor juga berarti kamu harus bekerja ekstra keras agar dapat memenuhi Return of Investment (RoI) pada waktu yang ditentukan.
Walaupun rencana bisnis kamu membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit, masih banyak cara untuk mendapatkannya tanpa melalui investor. Yang terpenting di sini adalah mencari tahu aspek mana yang terbukti bekerja pada perusahaanmu juga pada produk yang dikembangkan agar produk dapat segera meluncur ke pasaran.
Hasil pendanaan masuk ke kantong pribadi founder
Terdengar sedap memang, ketika seorang founder diumumkan mendapatkan pendanaan seri A dengan nominal jutaan dolar. Tetapi apabila pendanaan tersebut diasumsikan masuk ke kantong pribadi (atau setidaknya sebagian kecil) sang founder, hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
Founder juga mempunyai pertanggungjawaban untuk mendistribusikan dana yang sudah masuk. Bahkan banyak investor yang akan mengangkat alis jika mengetahui sang founder menggaji dirinya terlalu besar. Tidak jarang para founder menggaji dirinya lebih kecil dari orang-orang yang dia pekerjakan. Semua ini demi mencapai mimpi dan visi dari sang founder.
Startup membutuhkan business plan yang menyeluruh
Banyak wirausaha dengan ide bisnis yang brilian menghabiskan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, untuk merampungkan rencana bisnis mereka, lengkap dengan setiap detail kecil dari aktivitas perusahaan.
Di atas kertas, rencana ini sempurna. Sayangnya, kondisi pasar dapat berubah kapan saja dengan sangat cepat, jadi kamu tidak akan mengetahui seperti apa respons konsumen terhadap produk yang kamu buat.
Kamu tidak perlu membuat rencana bisnis terlalu panjang dengan menyertakan setiap detail aktivitasnya hingga lima tahun ke depan. Sebaliknya, kamu dapat berkonsentrasi untuk segera menghadirkan produk yang kamu kembangkan ke masyarakat. Kumpulkan masukan dan kritik dari mereka, analisis, dan segera perbaiki kesalahan yang ada.
Bisnis baru berjalan setelah produk rampung
Saya pernah bergabung dengan sebuah startup, dan di dalamnya seluruh aktivitas perusahaan hanya berfokus kepada pengembangan produk dan tidak kepada hal lainnya. Ketika produk tersebut “hampir rampung” akhirnya sang founder kebingungan untuk memasarkan produk tersebut karena startup belum juga memiliki audiens di ranah digital.
Terlalu berfokus kepada pengembangan produk tanpa memikirkan cara memasarkannya akan membuat sebuah produk untuk sulit dikenal. Strategi yang terbaik adalah dengan melakukan upaya promosi dan pemasaran secara paralel dengan pengembangan produk, jadi ketika produk meluncur, masyarakat sudah menanti produk tersebut.
Founder adalah bos
Asumsi tersebut tidak sepenuhnya salah, tergantung cara founder dalam memimpin timnya. Sang founder bisa saja menyuruh anak buahnya untuk melakukan berbagai pekerjaan, tetapi ia juga bisa menjadi seorang leader yang dengan setia membimbing teman satu timnya untuk maju bersama.
Secara umum, founder adalah orang yang berada pada barisan terdepan dari produk yang dikembangkan, baik terhadap investor, pemegang saham, dan yang terpenting terhadap konsumen. Karenanya, ia lebih cocok disebut sebagai seorang petarung daripada seorang bos yang hanya memerintah.
Ide pengembangan produk harus dirahasiakan hingga selesai dikerjakan
Jika kamu khawatir ide kamu akan dicuri oleh orang lain sebelum produk kamu meluncur, kamu tidak sendirian. Tetapi sesungguhnya, ide bukanlah segala-galanya bagi sebuah produk untuk sukses. Semua orang punya ide, saya dan teman-teman saya juga punya ide. Ide-ide ini tidak akan menghasilkan uang apabila tidak direalisasikan.
Kunci sebenarnya adalah eksekusi. Eksekusi yang baik dikombinasikan dengan ide yang brilian, hampir dapat dipastikan akan membuat produk yang kamu kembangkan menjadi sukses. Jangan khawatir ide kamu akan dicuri oleh orang lain, karena mungkin saja eksekusi mereka tidak sebaik yang kamu lakukan.
Seluruh anggota tim mula-mula harus developer/ programmer
Miskonsepsi fakta startup ini termasuk salah satu yang paling fatal. Dengan mengerahkan seluruh SDM untuk mengerjakan produksi, kamu tidak akan memiliki personel untuk mengerjakan urusan pemasaran, keuangan, legalitas, keperluan umum, serta berbagai urusan bisnis lainnya yang seharusnya justru mendukung produk yang sedang dikembangkan.
Sebelum sebuah produk seratus persen rampung, idealnya produk tersebut telah memiliki “digital presence” yang kuat agar audiens tetap penasaran dalam penantian mereka. Startup juga harus menjaga aspek lainnya agar operasional perusahaan tetap dapat berjalan.
Pivot adalah tanda startup mulai hancur
Pivot adalah keputusan sulit yang harus diambil oleh startup. Reaksi dari orang pun akan berbeda-beda, namun tidak banyak juga yang merasa bahwa pivot adalah tanda-tanda dari kehancuran. Pivot adalah tendangan kaki dan ayunan tangan terakhir sebelum tenggelam selamanya, hal ini tentu saja tidak benar.
Sang founder harus menelan fakta pahit bahwa ide awalnya tidak dapat berjalan. Namun dengan semua pengalaman dan data yang sudah didapatkan, pivot benar-benar bisa mengubah takdir dari sebuah startup. Pembelajaran sebelumnya akan menjadi bekal yang luar biasa berharga. Ini seperti mengulang game ketika game over, namun kamu sudah tahu apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Pinterest, Twitter, Nokia, Paypal dan Groupon adalah contoh bagaimana pivot justru menjadi kunci keberhasilan.
Startup adalah hal yang keren dan kamu akan mempunyai waktu yang lebih bebas dari perusahaan
Menjalankan perusahaan kamu sendiri, mengatur alokasi uang, dan menjadi pemimpin mungkin terdengar keren—dan memang mungkin keren. Namun, sisi lain yang jarang dibayangkan adalah jam kerja yang sangat panjang, tekanan waktu dan investor, stres terhadap pertumbuhan pengguna yang tak kunjung terlihat, dan banyak hal lainnya yang tidak akan kamu hadapi ketika kamu bekerja di perusahaan pada umumnya.
Perjalanan yang seperti roller coaster ini jelas bukan untuk semua orang. Ada masa-masa saat kamu akan merasa putus asa luar biasa, dan akhir pekanmu habis hanya untuk memikirkan produk dan bisnis. Namun menjadi founder adalah pengalaman yang langka dan hanya akan memperkaya diri dalam hal nonmateri. Jika kamu melihat seorang founder hanya dari sisi kerennya saja, maka kamu belum pernah melihat sisi gelap bulan.
Lebih banyak fitur, lebih menguntungkan
Nyatanya, lebih banyak fitur justru membutuhkan waktu pengembangan yang lebih panjang serta berpotensi membuang-buang sumber daya. Mengapa? Karena sebanyak apapun fitur yang ada pada sebuah produk tidak akan digubris pengguna bila fitur tersebut tidak tepat sasaran.
Produk yang fokus terhadap pemecahan masalah dengan didukung UI/UX yang sederhana namun bekerja dengan baik, terbukti mampu menahan pengguna untuk tetap menggunakannya. Lakukan user testing dan user interview untuk mendapatkan insight sebelum mengeluarkan sebuah fitur baru.
“Kita belum berencana untuk mencari keuntungan”
“Saat ini kami berfokus untuk mendapatkan pengguna, jadi kami belum terlalu serius untuk mendapatkan uang”. Kamu mungkin pernah mendengar ucapan seperti itu. Ujung-ujungnya, kamu akan tetap membutuhkan uang, kecuali bila kamu ingin membuat sebuah lembaga nonprofit.
Mereka yang mengatakan demikian sebenarnya tidak benar-benar melupakan profit. Mereka tentu saja mereka memikirkannya. Namun mungkin mereka sedang melakukan eksplorasi, sedang mempelajari tentang pengguna mereka lebih dalam sebelum mulai memasang label harga.
Tapi merencanakan bagaimana cara untuk mendapatkan uang harus menjadi bagian dari strategi startup dari awal. Boleh berubah, boleh ditunda, tapi tidak boleh dilupakan.
(Diedit oleh Septa Mellina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar