GO-JEK merupakan layanan transportasi berbasis aplikasi online dengan jumlah armada terbanyak di Indonesia, sedangkan Bukalapak merupakan e-commerce dengan jumlah penjual terbanyak di tanah air. Karena itu, ketika CEO dari kedua startup tersebut bertemu dalam sebuah acara yang sama, muncul obrolan yang sangat menarik tentang cara membangun sebuah startup.
Nadiem Makarim dan Achmad Zaky hadir dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Freeware Space, kemarin (29/3) malam. Dalam acara tersebut, mereka tak hanya membahas tentang strategi membangun startup, namun juga kesalahan-kesalahan yang harus dihindari oleh para founder startup di tanah air.
Berikut ini adalah hal-hal yang menurut kedua CEO tersebut harus dihindari dalam membangun sebuah startup.
Hanya ingin membuat GO-JEK dan Bukalapak baru
Menurut Nadiem, apabila ingin membuat sebuah startup, jangan selalu berpikir untuk membuat sesuatu yang besar dan berbentuk digital seperti GO-JEK dan Bukalapak. “Saat ini GO-JEK dan Bukalapak masih merugi. Sedangkan orang yang memasang bisnisnya di GO-FOOD dan Bukalapak malah mendapat keuntungan yang besar,” ujar Nadiem.
Karena itu apabila kamu ingin memulai bisnis yang bisa menghasilkan banyak uang, cukup pasang bisnis kamu di platform-platform yang sudah ada saat ini. “Membangun platform seperti GO-JEK dan Bukalapak harus didasari dengan keinginan yang kuat untuk mengubah kebiasaan masyarakat, bukan semata-mata mencari keuntungan,” jelas Nadiem.
Senada dengan Nadiem, Achmad Zaky pun menyarankan hal yang sama. “Saat ini masih banyak hal spesifik (niche) yang belum dilirik banyak orang, dan kamu berpeluang untuk mendominasi di sana,” ujar Zaky.
Euforia berlebihan saat mendapat pendanaan
GO-JEK dan Bukalapak memang tidak pernah menyebutkan jumlah pendanaan yang mereka terima. Namun banyak orang meyakini kalau kedua startup tersebut sebenarnya mendapat suntikan dana dalam jumlah yang besar. CEO kedua startup tersebut pun mengingatkan para founder startup agar tidak terlalu larut dalam euforia ketika menerima pendanaan.
“Saya sendiri sempat merasa terlalu bahagia selama beberapa saat. Namun tak lama kemudian, saya langsung sadar kalau uang tersebut adalah milik investor yang harus saya kembalikan,” kenang Nadiem.
Nadiem menceritakan kisah tentang seorang founder yang baru mendapatkan pendanaan, dan langsung berangkat ke Bali untuk berpesta dengan tim yang ia pimpin. “Ketika sang investor mengetahui hal tersebut, ia langsung merobek term sheet dari pendanaan yang baru disetujui,” ujar Nadiem.
Meski begitu, Nadiem juga mengingatkan kalau seorang founder tidak boleh menjadi terlalu pelit dalam mengeluarkan uang. Zaky membenarkan hal itu. Ia bercerita bagaimana ia pernah terlalu hemat dalam mengeluarkan uang di awal perkembangan Bukalapak.
“Apabila saya mengeluarkan dana dengan lebih baik pada saat itu, tentunya Bukalapak sudah menjadi sebesar sekarang tiga tahun yang lalu,” ujar Zaky.
Menurut Nadiem, setelah mendapat pendanaan, seorang founder seharusnya langsung menganalisis segala hal dalam startup yang ia dirikan. “Apabila kamu melihat ada suatu produk yang menghasilkan keuntungan besar, langsung keluarkan dana yang kamu miliki untuk mendukung produk tersebut,” ujar Nadiem.
Terlalu boros dalam biaya marketing
Marketing adalah salah satu aspek biaya dalam membangun startup yang berpotensi menjadi sumber pemborosan. Untuk mencegah hal itu, Nadiem menyarankan setiap founder untuk terlebih dahulu mengenal jenis produk atau layanan yang mereka buat.
“Apabila produk kamu merupakan sesuatu yang umum dan mempunyai banyak pesaing, maka kamu harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk marketing. Sebaliknya, untuk produk yang niche, maka kamu tak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk marketing,” jelas Nadiem.
Untuk memastikan kalau uang yang kamu keluarkan untuk biaya marketing menghasilkan hasil yang optimal, Zaky menyarankan untuk memeriksa setiap statistik yang ada. “Coba keluarkan dahulu sedikit uang untuk sebuah kanal promosi. Apabila terbukti berhasil, baru tambahkan anggaran untuk kanal tersebut,” jelas Zaky.
Zaky menambahkan, sebelum mengeluarkan uang untuk memasarkan produk, seorang founder juga harus memastikan produk yang ia buat berjalan dengan baik. “Selalu periksa jumlah pengguna yang kembali menggunakan produk kamu, yang biasa disebut dengan Retention Rate,” ujar Zaky.
Menurut Zaky, Retention Rate yang rendah merupakan indikasi kalau sebenarnya ada yang salah dengan produk kamu. “Sebesar apapun biaya marketing yang kamu keluarkan untuk memasang iklan di televisi dan billboard, tidak akan menghasilkan apa-apa kalau Retention Rate kamu rendah,” jelas Zaky.
Tidak cepat melakukan perubahan
Menurut Nadiem, sebuah startup seharusnya jangan membuat rencana bisnis yang terlalu panjang, karena akan ada perubahan yang terjadi setiap hari. “Sebagai pionir di bisnis ojek online, kami awalnya tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Karena itu, kami selalu mendengar masukan dari para konsumen setiap hari, dan terus melakukan perubahan,” ujar Nadiem.
Achmad Zaky menganalogikan membangun startup seperti seorang pemburu yang masuk ke hutan. “Apabila sebuah hutan ternyata kosong, jangan terus bertahan di situ. Cepatlah berpindah untuk mencari hewan buruan di hutan yang lain,” ujar Zaky.
(Diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar