Seperti kita ketahui, bisnis memiliki tiga elemen dasar untuk dipenuhi yaitu produk atau jasa, proses, dan konsumen. Dan konsumen menjadi kunci penting dalam bisnis. Yang perlu diingat, konsumen bergerak mencari solusi, bukan mencari produk. Agar bisa diterima konsumen, produk yang kamu tawarkan harus menjadi solusi bagi mereka. Ibaratnya, konsumen membeli “kenapa” kamu membuat suatu produk, bukan “apa” yang kamu buat.
Kesalahan terbesar sebuah startup adalah membangun sesuatu yang tidak orang butuhkan. Dikutip dari 100 firsthits, penelitian Top 10 Startups Mistake di tahun 2013 menunjukkan bahwa 36 persen (atau sekitar tiga ratus dari total 833 reponden) mengembangkan produk yang tidak dibutuhkan atau diingingkan konsumen. Karena, ego seorang pebisnis kadang jadi masalah utama dalam membangun bisnisnya sendiri. Padahal kita tahu bahwa konsumen adalah raja — tentu kita pernah mendengar istilah ini.
Asumsi kita terhadap kebutuhan konsumen haruslah divalidasi dan dibuktikan jauh sebelum kita membangun produk. Hindari membangun sesuatu yang nantinya akan sia-sia karena tidak ada yang membutuhkannya.
Peka terhadap masalah = peka terhadap peluang
Masalah selalu menjadi peluang dalam bisnis itu sendiri. Oleh karenanya peka terhadap masalah jadi kunci utama keberhasilan seorang pebisnis.
Pembelian implusif tentu ada di lingkungan kita. Tapi, pertanyaannya, seberapa banyak pembelian impusif tersebut? Seberapa besar peluang dan nilainya? Tentu sangat kecil jika dibandingkan dengan solusi bagi kebutuhan seseorang. Solusi bisa dalam bentuk apapun. Sederhananya, setiap orang punya keinginan, ada kebutuhan, punya masalah, dan ingin bahagia.
Ya, bahagia.
Apapun yang kita lakukan dalam hidup selalu mengarah pada kemudahan dan kebahagiaan. Hal yang menyenangkan, mudah, dan membahagiakan jadi hal utama yang dicari saat kamu mencari peluang. Saat ada banyak orang yang mengeluhkan masalah pada satu hal spesifik, maka di situlah terdapat peluang dan pasar yang besar.
Contohnya, revolusi internet adalah solusi besar dalam dunia telekomunikasi. Dengan internet, akhirnya kita bisa berhubungan dengan orang yang terpisah jarak dengan mudah. Contoh lain adalah pesawat yang membuat kita dapat berpergian dengan mudah dan cepat. Hal kecil yang mungkin jadi penting juga sekarang adalah blog dan YouTube yang membuat kita bisa belajar lebih mudah, cepat, dan murah lewat video tutorialnya.
Prototipe jadi alat bantu validasi
Prototipe adalah tahap awal, model, atau sebuah contoh bagi pengembangan sebuah produk atau solusi. Tujuan membuat prototipe adalah menguji apakah asumsi solusi yang kita tawarkan memang jadi jawaban tepat untuk menyelesaikan masalah konsumen. Berarti, setiap solusi yang kita bangun harus tepat menyasar konsumen yang spesifik.
Harus diakui, menyelesaikan semua masalah adalah hal yang sulit. Dalam membuat solusi, kamu bisa memulainya dari memecahkan masalah yang juga kamu rasakan. Atau, kamu bisa mencari solusi terhadap sesuatu yang kamu anggap penting.
Teknologi mempermudah manusia dalam menerapkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalahnya. Dunia industri sering menerapkan teknologi dalam praktiknya—misalnya startup yang identik dengan dunia digital karena sering menerapkan teknologi digital untuk menciptakan solusi.
Dalam membangun startup, fokuslah pada fungsi utama. Sehingga produk prototipe kamu dapat segera diujikan kepada konsumen. Kamu bisa mendapatkan masukan dari konsumen. Dan, bila produk kamu bagus, konsumen mungkin akan merekomendasikan produk atau jasa kamu kepada orang lain.
Model build-measure-learn yang ditulis Eric Rise dalam buku Lean Startup adalah teori yang tepat untuk membangun startup yang gesit menghadapi setiap perubahan. Inti dari siklus ini adalah mendorong kamu untuk membuat produk kemudian segera mengujinya ke konsumen. Dari masukan konsumen itulah kamu bisa segera memperbaiki kekurangan produk.
Untuk mengukurnya, kamu perlu menetapkan key performance indicator (KPI) sebagai tolok ukut. Belajar dari masukan dan kritik konsumen adalah kunci dalam mengembangkan produk.
Memenangkan hati konsumen
Kita tentu merasakan bagaimana Facebook, Instagram, YouTube, Google, dan lain sebagainya mengubah tingkah laku kita sehari hari. Hidup kita dibuat semakin mudah dengan segala layanan personalisasi yang sesuai dengan kepribadian kita. Memang ada masanya masyarakat Indonesia meninggalkan Facebook dan beralih ke platform media sosial lain. Namun, dua tahun belakangan Facebook kembali menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia.
Bagaimana bentuk tas gendong yang kita pakai, bentuk botol minuman yang kita beli, iklan yang kita tonton, baju yang kita pakai, semuanya identik dan spesifik dengankebutuhan dan kemauan konsumennya secara tepat.
Menjadi pilihan utama dan dicintai oleh konsumen adalah target utama bisnis kamu. Harga, desain, media, tampilan, rasa, warna, dan sebagainya semakin unik dan sesuai dengan konsumen. Jadi jika kamu bingung menentukan media pemasaran, konsep iklan, dan desain produk, sebaiknya kamu kembali ke konsumen untuk memahami kebutuhan dan keinginan mereka.
Duplikasi dan menyebarkan solusi
Startup merupakan sebuah usaha baru yang tumbuh cepat dengan mempertemukan produk inovatif, proses, atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Startup berpotensi untuk tumbuh dengan cepat (scalable), seperti dikutip dari Forbes. Model bisnis yang tepat adalah kuncinya. Jika sesuatu berhasil kamu lakukan dengan baik, kamu harus segera mereplikasinya dengan cepat.
Jadilah bisnis yang luar biasa dan dicintai oleh konsumen. Bangunlah bisnis dengan melibatkan konsumen. Ciptakan pengalaman konsumen yang baik berulang kali hingga pengguna puas, ingin merasakannya kembali, dan merekomendasikan produk kamu ke lingkungan sekitarnya.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di Medium. Isi di dalamnya telah disesuaikan dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia; Diedit oleh Septa Mellina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar