E-commerce sepertinya masih merupakan bisnis startup yang menjadi primadona di tanah air. Selain terlihat dari banyaknya konglomerat yang berinvestasi di bisnis tersebut, pemerintah Indonesia pun telah menunjukkan perhatiannya dengan meluncurkan roadmap e-commerce pada tanggal 10 November 2016 yang lalu.
Indonesia sendiri merupakan salah satu pasar yang memang begitu menjanjikan bagi bisnis e-commerce, dengan jumlah populasi terbesar keempat di dunia dan total pendapatan domestik bruto terbesar ke-16.
Meski begitu, menurut CTO Kudo Sukan Makmuri, bisnis e-commerce di Indonesia saat ini tengah berada di masa awal perkembangan. Dan seperti bisnis-bisnis baru lain, akan banyak pemain baru yang muncul di tengah persaingan.
“Fenomena ini serupa dengan kemunculan banyak perusahaan mobil di Amerika Serikat pada masa lalu. Dan sekarang kita bisa melihat, hanya beberapa yang berhasil bertahan,” tutur Sukan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pelaku e-commerce tanah air agar bisa tetap bertahan di tengah persaingan yang terus “memanas”.
Ketahui tantangan yang ada
Menurut Sukan, apabila kamu ingin mendirikan sebuah e-commerce, wajib hukumnya untuk melihat peta persaingan dan aturan terkait e-commerce yang ada saat ini. “Cari tahu siapa pemain besar di dalamnya, dan bagaimana kamu bisa menang dari pemain besar tersebut,” jelas Sukan.
Sukan juga menceritakan bagaimana ia sempat berniat untuk membuat layanan semacam PayPal di Indonesia setelah ia meninggalkan Kaskus pada tahun 2014. Namun setelah dia mencari tahu, ternyata untuk membuat layanan seperti itu membutuhkan beberapa syarat yang cukup berat, seperti harus mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia.
Ia pun tak melanjutkan usaha tersebut, dan mengingatkan para founder startup tanah air untuk menghindari kesalahan serupa.
Berusaha mengikuti arus
Salah satu pemain e-commerce yang cukup mendapat perhatian akhir-akhir ini adalah Shopee. Berbekal promo gratis ongkos kirim yang mereka adakan selama ini, Shopee berhasil memproses sekitar 100.000 transaksi di Indonesia setiap harinya.
Menurut Chris Feng, CEO Shopee, prestasi tersebut berhasil ia raih karena Shopee selalu berusaha “mengikuti arus” dari calon pengguna yang mereka incar. “Penetrasi internet saat ini tumbuh dengan cukup cepat, sehingga kami pun harus bergerak mengikutinya,” tutur Chris.
Prinsip inilah yang mendorong Shopee untuk fokus ke perangkat mobile, yang telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Selain itu, mereka juga berusaha untuk menghadirkan layanan yang lebih mudah digunakan baik oleh penjual maupun pembeli.
Menurut Sukan, Kudo pun mempunyai prinsip yang sama. Sadar kalau masih banyak masyarakat pedesaan yang enggan menggunakan e-commerce baik karena keterbatasan metode pembayaran hingga rendahnya kepercayaan, Kudo pun menjadikan para pemilik warung di desa untuk menjadi agen-agen mereka.
“Masyarakat pedesaan tersebut kini bisa memesan barang di e-commerce lewat para pemilik warung tersebut, yang selama ini memang telah mereka kenal dengan baik. Namun untuk menggaet para agen tersebut, kami harus melakukan usaha yang “berdarah-darah” dengan mendatangi mereka dari kota ke kota,” pungkas Sukan.
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech in Asia Jakarta 2016 yang berlangsung pada tanggal 16 dan 17 November 2016. Ikuti seluruh liputannya di sini.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar