Hanya butuh waktu sekitar 1,5 tahun bagi GO-JEK untuk menjelma dari sebuah aplikasi mobile yang hadir di awal tahun 2015 menjadi startup unicorn dengan valuasi US$1,3 miliar (sekitar Rp17,3 triliun). Namun menurut sang CEO, Nadiem Makarim, menjadi unicorn tak pernah menjadi tujuannya dalam mendirikan GO-JEK.
“Kami memang sempat merayakan status kami sebagai unicorn, namun tujuan utama kami tetap untuk menghadirkan layanan yang lebih efisien bagi para konsumen kami,” tutur Nadiem.
Itulah mengapa hingga saat ini Nadiem terus berusaha untuk meningkatkan kualitas dari layanan yang telah dihadirkan GO-JEK, serta membuat berbagai layanan baru demi mengatasi kesulitan-kesulitan lain yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
GO-JEK dan GO-FOOD tetap jadi “mesin” utama
Nadiem enggan memberitahukan berapa jumlah transaksi yang mereka layani setiap bulannya, namun ia menyatakan kalau GO-JEK telah melewati angka 100 juta transaksi sejak aplikasi mobile mereka diluncurkan. Transaksi untuk layanan transportasi sendiri, seperti GO-JEK dan GO-CAR, tetap mendominasi di platform mereka.
“Saat ini, sekitar 40 hingga 50 persen order di GO-JEK berasal dari layanan transportasi. Namun kini mulai banyak pesanan yang berasal dari layanan-layanan lain,” ujar Nadiem.
Selain layanan transportasi mereka, GO-FOOD juga merupakan layanan lain dari GO-JEK yang menunjukkan perkembangan fantastis. Nadiem mengklaim kalau GO-FOOD merupakan layanan pengantaran makanan terbesar bila dibandingkan dengan layanan di negara Asia lain, selain Cina.
“Kami bahkan lebih besar dari gabungan dua layanan pengantaran makanan terbesar di India.”
Nadiem juga menyatakan kalau dalam waktu dekat akan ada beberapa perubahan di layanan GO-FOOD, terutama dalam cara mereka memberikan rekomendasi makanan.
Rencana besar untuk GO-PAY
Sepanjang tahun 2016 ini, GO-JEK telah menambah beberapa layanan baru seperti layanan pengantaran obat GO-MED dan layanan pengisian pulsa GO-PULSA. Menurut Nadiem, hal ini merupakan bagian dari rencananya untuk menjadikan GO-JEK tak hanya sebagai layanan transportasi, namun sebagai platform yang menyatukan segala layanan.
“Apabila kamu menjadi platform terdepan, kamu akan memenangkan semua permainan,” tutur Nadiem.
Dan untuk mendorong pertumbuhan semua layanan mereka, GO-JEK pun melengkapinya dengan layanan pembayaran yang bernama GO-PAY sebagai “pelumas”. Menurut Nadiem, akan sulit untuk membuat platform yang mempunyai berbagai layanan apabila mereka tidak mempunyai layanan pembayaran yang mudah digunakan seperti GO-PAY.
Nadiem enggan memberitahukan berapa jumlah pengguna mereka yang saat ini telah menggunakan GO-PAY. Namun selama beberapa hari ia menemukan ada lebih banyak transaksi yang terjadi dengan menggunakan GO-PAY, dibanding dengan pembayaran lain. Sebagai informasi, akhir-akhir ini GO-JEK memang memberikan cukup banyak promo untuk mendorong penggunaan GO-PAY.
“Ke depannya, GO-PAY juga akan bisa digunakan untuk membeli barang di e-commerce, membeli tiket perjalanan, mengirimkan uang ke pengguna lain, hingga membagikan pinjaman,” jelas Nadiem.
Dengan berbagai rencana besar tersebut, Nadiem menolak apabila ia disebut berencana membuat GO-BANK. Menurutnya, bank akan selalu menjadi mitra penting bagi GO-PAY. “Kami justru menjadi layanan yang bisa membantu ‘menjual’ berbagai produk yang dimiliki bank,” ujar Nadiem.
Bagaimana Nadiem Makarim memilih investor?
Dalam pendanaan yang mereka terima pada bulan Agustus 2016 yang lalu, GO-JEK menyebut nama beberapa lembaga pendanaan seperti KKR, Warburg Pincus, dan Farallon Capital sebagai investor mereka. Menurut Nadiem, ada beberapa hal yang ia pertimbangkan sebelum memilih para investor tersebut.
Pertama, ia tentu harus memastikan kalau sang investor mempunyai uang yang cukup untuk memberi pendanaan dalam jumlah yang besar. Selain itu, Nadiem juga harus memastikan kalau perwakilan investor yang berdialog dengan dirinya benar-benar percaya dengan bisnis yang tengah dijalankan oleh GO-JEK.
Kedua, Nadiem menyatakan kalau sang investor juga harus bisa membantu GO-JEK ketika mereka menghadapi masa-masa sulit, dan tidak meninggalkan mereka begitu saja.
Dan yang terakhir, sang investor haruslah mempunyai brand yang berpengaruh. Menurut Nadiem, hal itu bisa memastikan kalau GO-JEK tidak akan mati begitu saja, karena sang investor pasti akan membantu mereka, dan akan mengenalkan GO-JEK dengan para investor besar lainnya.
Artikel ini merupakan bagian dari liputan Tech in Asia Jakarta 2016 yang berlangsung pada tanggal 16 dan 17 November 2016. Ikuti seluruh liputannya di sini.
(Diedit oleh Septa Mellina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar