Rabu, 02 Agustus 2017

Pemblokiran Telegram Akan Dicabut dalam Minggu Ini

Durov | Photo
Ikhtisar

  • Pertemuan Rudiantara dengan CEO Telegram Pavel Durov ini berlangsung tertutup dan membuahkan kesepakatan penanggulangan ancaman terorisme.
  • Durov mengakui Telegram lalai dalam merespons permintaan pemerintah Indonesia untuk memblokir ribuan konten radikalisme dan terorisme.

Pada tanggal 1 Agustus 2017 kemarin, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengadakan pertemuan dengan CEO aplikasi chat Telegram, Pavel Durov di kantor Kementerian Kominfo. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pemblokiran sebelas Domain Name System (DNS) Telegram berbasis web yang dilakukan Kominfo pada tanggal 14 Juli 2017 yang lalu.

Langkah pemblokiran tersebut sendiri diambil Kominfo karena Telegram versi web dianggap banyak digunakan untuk mengirimkan konten radikalisme dan terorisme. “Mereka banyak menggunakan web karena beberapa keunggulan, seperti bisa mengirim file hingga 1,5 GB,” jelas Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Oleh karena itu, pembahasan tentang konten terorisme pun menjadi fokus utama dari pertemuan Rudiantara dan Durov yang berlangsung tertutup tersebut. Hasilnya, mereka berdua sepakat untuk bekerja sama menanggulangi ancaman terorisme.
“Telegram sangat peduli terhadap ancaman terorisme global, terutama untuk negara seperti Indonesia. Penting bagi Pemerintah Indonesia dan Telegram untuk membuat joint statement terkait hal ini,” tulis Durov dalam keterangan tertulisnya.

Durov | Photo

Layanan Telegram versi web akan pulih minggu ini

Pihak Kominfo sendiri nampaknya puas dengan hasil pertemuan langsung kemarin dan menyatakan kalau mereka akan kembali memulihkan layanan Telegram versi web yang mereka blokir. “Karena sudah ada itikad baik dan komitmen dari Telegram, maka sesuai dengan prosedur sebelas DNS Telegram berbasis web akan dipulihkan,” jelas Samuel.
Kominfo sendiri menyatakan kalau mereka sebenarnya telah meminta Telegram untuk memblokir ribuan konten radikalisme dan terorisme. Hal ini mereka ungkapkan dalam email yang dikirim mulai tanggal 29 Maret 2016 hingga 11 Juli 2017, namun tak kunjung ada tanggapan dari pihak Telegram.
Sempat mengaku belum pernah mendapat pemberitahuan tersebut, Durov pun kemudian mengakui kelalaian pihaknya dalam merespons permintaan pemerintah Indonesia. Ia pun akhirnya menyetujui untuk memenuhi undangan Kominfo dan datang secara langsung ke Indonesia.
Kesepakatan ini seperti menjadi contoh nyata kalau permasalahan pemblokiran situs atau layanan internet sebenarnya bisa terselesaikan dengan baik apabila ada komunikasi yang baik antara pemerintah dan penyedia layanan. Semoga hal serupa bisa diterapkan di kemudian hari, agar masyarakat Indonesia tetap bisa memanfaatkan teknologi internet dengan aman dan nyaman.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto; Sumber foto:  Timefreepress)
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar