Sand Hill Road di Menlo Park, California, adalah tempat yang terkenal di kalangan para entrepreneur. Sepanjang jalan ini dipenuhi oleh perusahaan modal ventura elite, dan hampir semua perusahaan top Silicon Valley memulai usahanya di sini.
Wajar bila saya merasa gugup ketika datang mencari pendanaan untuk Hootsouite pada tahun 2009 lalu. Saya bertanya-tanya, apakah para investor mau meluangkan waktu mereka untuk saya? Apakah mereka punya antusiasme untuk membangun platform manajemen media sosial? Jangan-jangan saya bahkan tidak boleh masuk ke dalam kantor?
Ternyata terjadi hal yang mengejutkan—bahkan agak menakutkan. Di dalam ruangan-ruangan konferensi, di kedai-kedai kopi, bahkan di kerumunan orang yang mengobrol di lobi hotel, saya terus mendengar para investor dan entrepreneur mengulang satu pertanyaan yang sama:
“Apa yang bisa saya bantu?”
Geoff Entress dari modal ventura Voyager Capital menanyakannya pada saya. Angel investor Dave McClure juga menanyakannya. CEO Kissmetrics, Hiten Shah, pun demikian. Meskipun semuanya adalah orang-orang yang sangat sibuk, mereka mau menawarkan waktu, keahlian, koneksi, dan pikiran-pikiran kritis mereka kepada entrepreneur baru seperti saya.
Hampir satu dekade berlalu sejak kejadian itu, kini saya kembali mendengar kata-kata “sakti” yang sama. Dalam acara Startup Grind Global Conference bulan Februari lalu, para bintang entrepreneur di atas panggung mengucapkannya. Di Google, Special Projects Lead Gia Scinto duduk bersama saya dan, lagi-lagi, menanyakan pertanyaan di atas.
Saya merasa seperti mendapat ilham untuk bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apa sih yang spesial dari pertanyaan ini? Mengapa banyak orang sukses menggunakannya?
Kekuatan dalam pertanyaan, “Apa yang bisa saya bantu?”
Semakin saya pikirkan, semakin saya merasa betapa kalimat tanya di atas masuk akal. Jika kunci bisnis adalah menjalin hubungan baik dengan orang lain, maka mungkin pertanyaan sederhana ini—Apa yang bisa saya bantu—adalah jurus networking terbaik. Pertanyaan ini adalah jalur cepat untuk membangun relasi dan menunjukkan niat baik.
Dengan menawarkan bantuan, artinya kamu langsung menumbuhkan ikatan serta membangun kepercayaan dengan lawan bicara. Bukannya menunggu mereka untuk membuktikan diri, justru kamulah yang membuktikan dirimu pada mereka. Hasilnya, kamu menjalin fondasi untuk berinteraksi di masa depan, dengan cara yang cepat dan efisien.
Dengan menawarkan bantuan, artinya kamu langsung menumbuhkan ikatan serta membangun kepercayaan dengan lawan bicara.
Saya juga menyadari bahwa orang-orang sukses yang saya temui di atas mungkin sudah terbiasa membantu sesama jauh sebelum mereka sukses. Bahkan bisa jadi kemauan mereka untuk membantu—yang akhirnya menumbuhkan berbagai koneksi dan kesempatan—adalah faktor penting dalam kesuksesan mereka.
Tentu saja, menawarkan bantuan saja tidak cukup untuk menjalin ikatan yang kuat. Kamu harus benar-benar memberikan bantuan itu. Saya sudah melihat banyak contohnya dalam perjalanan karier saya.
Di awal berdirinya perusahaan saya, John Ruffolo selaku investor selalu menyempatkan diri untuk bertanya apa yang bisa ia bantu—saran, rujukan pegawai, atau apa pun. Bahkan setengah anggota tim eksekutif saya kini berasal dari koneksinya. Ia juga merupakan salah satu investor paling sukses dan paling dikenal, dengan rekam jejak yang luar biasa. Saya rasa semua itu bukanlah kebetulan.
Bagaimana cara kerjanya?
Bagaimana pertanyaan di atas bekerja? Bagaimana kamu bisa terbantu dengan membantu orang lain? Mungkin ini bisa disebut sebagai “karma bisnis”.
Saya percaya bahwa membantu orang lain pada akhirnya juga akan membuatmu sukses, baik dalam bisnis atau kehidupan sehari-hari. Bahkan akan lebih baik kalau kamu menganggap keduanya sebagai hal yang sama. Apa yang kamu tanam, hampir pasti akan kamu tuai.
Kalau kamu ingin mengaitkannya dengan istilah bisnis yang lebih konkret, kamu bisa menganggap bantuan pada orang lain sebagai investasi. Seperti investasi pada umumnya, kamu mungkin akan mendapat imbalan jangka pendek, atau harus sabar untuk jangka panjang. Bahkan bisa juga tidak mendapat apa-apa sama sekali.
Tapi dari pengalaman saya, bersikap ringan tangan lebih sering menguntungkan, meski kadang keuntungan itu datang dengan cara yang lebih kompleks, misterius, dan dahsyat daripada yang kamu bayangkan.
Belajarlah untuk meminta bantuan juga
Ada satu hal lagi yang saya temukan di antara para entrepreneur berbakat akhir-akhir ini. Mereka gemar menawarkan, tapi juga tidak malu untuk meminta bantuan. Setiap kali muncul pertanyaan, “Apa yang bisa saya bantu?” saya juga mendengar, “Bisakah saya minta tolong?” menyertainya. Mereka datang ke Startup Grind untuk mencari kerja sama strategis, kenalan, atau wawasan akan suatu masalah, dan mereka tidak ragu-ragu meminta masukan.
Saya terkejut melihat bahwa kebanyakan entrepreneur enggan meminta bantuan. Kita terlalu mengandalkan diri sendiri, biasanya sedikit merasa tidak aman, dan ngotot ingin melampaui semua halangan dengan cara kita sendiri. Saya pun seperti itu.
Awalnya saya menjalankan perusahaan secara bootstrap, dengan tekad ingin mandiri tanpa investor atau penasihat. Mindset ini punya keuntungan: kamu akan bekerja lebih keras karena terdorong risiko keuangan.
Tapi pada akhirnya, belajar meminta dan menerima bantuan telah mengubah segalanya bagi saya dan Hootsuite. Jika saya tidak menguasai keduanya, mungkin saat ini saya masih menjalankan bisnis kecil, bukan perusahaan global.
Belajar meminta dan menerima bantuan telah mengubah segalanya bagi saya dan Hootsuite.
Pada kenyataannya, setinggi apa pun harga diri kita, founder biasanya memahami beragam hal, tapi bukan ahli dalam satu hal pun. Kita mungkin paham sedikit ilmu investasi, pemasaran, atau teknis, tapi di luar sana banyak orang yang lebih ahli dan bisa mengubah drastis sebuah bisnis hanya lewat beberapa percakapan.
Dengan memanfaatkan keahlian mereka, kamu bisa menghemat waktu, biaya, serta tenaga, ketimbang harus mempelajari semuanya sendirian.
Pada akhirnya, dengan meminta bantuan, daya pikir dan kemampuanmu menyelesaikan masalah akan meningkat berkali-kali lipat. Bahkan hal sepele seperti menyusun pertanyaan yang baik, yang dapat menunjukkan secara pasti bantuan apa yang kamu butuhkan, dapat memaksamu untuk memandang bisnismu lebih mendalam dan lebih kritis.
Melihat betapa mudahnya para entrepreneur hebat ini bertukar masukan, wawasan, dan belas kasih, saya akhirnya menyadari satu hal: sadar atau tidak, kita menempuh semua ini bersama. Sikap egois atau sombong pada akhirnya hanya akan membawa kerugian, baik dalam kehidupan ataupun bisnis. Kesuksesan sejati baru akan kita dapatkan bila kita tahu caranya saling menerima dan saling memberi.
(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Ayyub Mustofa sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Iqbal Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar